Karena waktu telah habis, Amzulian kemudian mencukupi pertanyaannya dan merespons penjelasan tersebut dengan mengatakan bahwa persoalan yang diuraikan tersebut merefleksikan terkait kompleksitas persoalan bangsa yang perlu dihadapi negarawan, termasuk Hakim Agung.
Tidak selesai di situ, Anggota Komisi Yudisial Joko Sasmito juga mendalami lagi terkait metode penafsiran yang dilakukan dalam rangka penemuan hukum tersebut.
Joko menjelaskan di dalam karya tulis Tama diuraikan bahwa penemuan hukum dilakukan dengan dua metode yaitu metode penafsiran dan konstruksi hukum.
Kemudian metode penafsiran tersebut, lanjut dia, bisa dilakukan dengan beberapa macam cara.
Tama, kata Joko, juga menyampaikan permasalahan bahwa dengan penafsiran sejarah dapat membantu hakim untuk menafsirkan Undang-Undang yang kurang jelas.
Joko kemudian meminta Tama menjelaskan tentang penafsiran sejarah dan bagaimana penafsiran sejarah bisa dipakai hakim untuk menafsirkan Undang-Undang yang kurang jelas.
Tama menjelaskan penemuan hukum melalui penafsiran diperlukan untuk menciptakan terobosan dalam menafsirkan Undang-Undang yang tidak lengkap atau kurang jelas.
"Apabila kita memilih penafsiran secara historis kita memecah kebuntuan dengan melihat apa latar belakang Undang-Undang tersebut dibuat," kata Tama.
Tama kemudian menjelaskan contoh lain terkait hal itu yang telah dilakukan oleh Hakim Militer Mahkamah Agung dalam perkara menyangkut narkotika.
Dalam perkara tersebut, kata dia, diperlukan terobosan melalui penafsiran historis karena jenis narkotikanya baru tidak tercantum dalam Undang-Undang.
Padahal, berdasarkan hasil laboratorium dampak narkotika tersebut bisa digolongkan dalam narkotika golongan satu.
"Sehingga dari sejarahnya itu yang diinginkan dengan akibat yang terjadi oleh golongan satu tersebut maka itu dijadikan salah satu terobosan. Sehingga dilihat sejarahnya untuk apa UU itu dibuat. Tentu untuk menjaring para pelaku. Kalau dia golongan satu misalnya. Ada jenis baru itu dilihat dari hasil laboratorium ternyata kandungannya sama. Itu menjadi satu putusan yang sangat fenomenal di lingkungan militer," kata dia.
Joko kemudian mendalami lagi pertanyaan terkait metode konstruksi hukum yang digunakan dalam membahas penemuan hukum sehingga para pelanggar LGBT dapat dibawa ke pengadilan.
Tama menjelaskan dalam hal ini konstruksi hukum itu yang dikenal biasanya ada tiga yakni nalogi, a contrario, dan penghalusan hukum.