Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial RI, Matheus Joko Santoso mengatakan, sudah mengetahui kalau praktik penyalahgunaan pengadaan bansos ini sudah dipantau oleh penegak hukum.
Joko sendiri merupakan eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial RI bersama Adi Wahyono yang juga terlibat dalam dugaan suap pengadaan bansos Covid-19 ini.
Dia mengungkapkan, praktiknya terendus oleh jajaran penegak hukum KPK itu diketahui pihaknya sejak putaran kedua penyaluran bansos di wilayah Jabodetabek.
Sebelum akhirnya para terdakwa termasuk eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
Pernyataan itu disampaikan Matheus dalam sidang lanjutan beragendakan mendengarkan saksi mahkota atau pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Mulanya jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan kepada Joko terkait dengan ada atau tidaknya kabar terkait dengan pemantauan dari penegak hukum atas praktik pengadaan bansos itu.
Baca juga: Respons Juliari Batubara soal Pengajuan JC Terdakwa Bansos Matheus Joko Santoso
"Ada gak berita ataupun kabar bahwasanya kegiatan ini sudah dipantau aparat penegak hukum?," tanya jaksa KPK dalam persidangan, Jumat (6/8/2021).
"Iya ada (berita terkait hal tersebut)," jawab Joko yang dihadirkan secara virtual.
Lantas jaksa KPK menanyakan kembali perihal kapan pihaknya mulai mengetahui kalau penegak hukum tengah mengendus praktik penyelewengan pengadaan bansos Covid-19 ini.
Kepada jaksa, Joko menyebut hal itu diketahui sekitar putaran kedua program penyaluran bansos.
"Kapan saudara mendengar bahwasanya kegiatan ini sudah dipantau?," tanya lagi jaksa.
"Mulai sekitar putaran dua pak Jaksa," kata Joko.
Mengetahui hal tersebut, Joko dalam persidangan mengaku sempat berniat untuk mengakhiri tanggung jawabnya sebagai PPK di Kemensos.
Tak hanya dirinya, terdakwa Adi Wahyono juga memiliki niatan yang sama untuk mengakhiri tugasnya sebagai pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Kementerian Sosial.
"Waktu itu juga saya bersama Pak Adi sudah berniat untuk mengakhiri tugas kami, saya sebagai pimpinan dan Pak Adi sebagai KPA, waktu itu Pak Adi juga sering menanyakan ke Pak Sekjen ini sudah terlalu lama, gak biasanya seperti itu," tuturnya.
Jaksa kembali menanyakan kepada Joko terkait dengan sumber dari informasi adanya pemantauan itu, Joko mengatakan berita tersebut juga pernah disampaikan oleh Adi Wahyono.
"Saya pada waktu itu melalui Pak Adi juga pernah disampaikan juga ada kabar dari Pak Adi kabar juga dari pihak yang lain," ucapnya.
"Saya bilang juga ke Pak Adi, kalau bapak tidak lagi sebagai KPA saya juga mau mundur, saya takut juga saya bilang pak seperti itu," imbuh Joko.
Diketahui, dalam perkara ini, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso didakwa memungut komitmen fee dari vendor penyedia bansos.
Uang itu dari potongan fee bansos Rp 10 ribu per paket yang dikumpulkan atas perintah Juliari Peter Batubara.
Baca juga: Kilas Balik Ancaman Firli Bahuri soal Hukuman Mati setelah Juliari Hanya Dituntut 11 Tahun Bui
Adapun total uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 32,48 miliar dari berbagai perusahaan.
Penerimaan uang itu berkaitan dengan pengadaan bansos berupa sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di Kemensos.
Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum Harry Van Sidabukke senilai Rp1,28 miliar.
Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp 1,95 miliar.
Sementara uang Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Uang dugaan suap itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19.
Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.