TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akses mobilitas masyarakat di daerah pelosok Indonesia masih banyak membutuhkan perhatian.
Tak sedikit masyarakat harus bertaruh nyawa untuk melakukan aktivitasnya karena harus menyeberangi sungai yang cukup berbahaya.
Begitu juga dengan pelajar yang terpaksa harus menyeberangi sungai dengan arus deras demi bisa bersekolah.
Hal tersebut yang menginisiasi relawan Vertical Rescue Indonesia membuat program bertajuk Ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung Untuk Indonesia.
Komandan Vertical Rescue Indonesia, Tedi Ixdiana, mengungkap asal usul tercetusnya ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung Untuk Indonesia.
Komunitasnya mulai melakukan aksi sosial tersebut sejak 2015 silam setelah pihaknya berhasil membuat jembatan gantung ketika melakukan pendakian di Pegunungan Cartenz.
"Karena ketika mau ke puncak harus seberangi jurang. Pas kunjungan kelima inisiatif buat jembatan dengan menggunakan tali baja dan itu jembatan yang dihadiahkan dari Indonesia untuk dunia. Tepatnya jembatan tertinggi di daratan Australia dan Oceania," kata Tedi dilansir dari akun Youtube TNI AD, Selasa (9/8/2021).
Setelah berhasil membuat jembatan gantung di Pegunungan Cartez, kemudian terjadi bencana banjir bandang di Garut, Jawa Barat pada 2016.
Bencana tersebut menjadi tonggak sejarah bagi komunitas ini untuk membuat jembatan gantung di berbagai pelosok negeri.
Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Minta Oknum Anggota Segera Kembalikan Uang Pendidikan TNI AD yang Dikorupsi
"Saat itu ada masyarakat yang bersurat untuk minta dibuatkan jembatan. Padahal jembatan yg dibuat Vertical Rescue itu jembatan untuk pendaki," ujar Tedi.
Lantaran dirasa keberadaan jembatan begitu penting bagi masyarakat, lanjut Tedi, pihaknya akhirnya membangun jembatan gantung yang dilapisi dengan papan di lokasi bekas banjir bandang kawasan Garut tersebut.
"Alhamdulilah dalam waktu 3 hari jembatan di Sungai Cimanuk ini dapat terbentang dan bisa digunakan masyarakat," kata Tedi.
Keberhasilan membangun jembatan gantung di Sungai Cimanuk tersebut menginspirasi pihaknya membuat ekspedisi bertajuk 1000 Jembatan Gantung untuk Indonesia.
Saat ini banyak jembatan gantung di pedalaman Indonesia yang telah dibangun komunitas ini.
Adapun dana pembangunan jembatan ini merupakan partisipasi dari banyak pihak, tentunya tak menggunakan anggaran dari pemerintah.
Sedangkan untuk pembangunan jembatan gantung tersebut paling cepat 5 hari dan paling lama 15 hari tergantung tingkat kesulitan dan kontur medan yang ada di daerah tersebut.
"Dalam 4-5 tahun ini kita membangun 128 jembatan, tapi dilihat dari kebutuhan masyarakat terkait jembatan ini luar biasa. Artinya kita butuh percepatan. Jadi dalam 4-5 tahun ini kita membangun 128 jembatan, tapi ke depan harus melakukan percepatan seperti apa percepatannya kita melakukan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan bagaimana membuat jembatan versi vertical rescue," jelasnya.
Bayaran Termahal
Dalam tayangan chanel Youtube TNI AD lainnya, diperlihatkan bagaimana relawan Vertical Rescue Indonesia membangun jembatan gantung yang menghubungkan Gunung Kaler, Tangerang dengan Desa Carenang, Kabupaten Serang, Banten.
Jembatan gantung tersebut terbentang melintasi Sungai Ciduriat.
Awalnya masyarakat di dua desa tersebut biasa menggunakan perahu eret untuk mobilitas mereka melakukan aktivitas ekonomi.
"Pada saat belum ada jembatan gantung itu masyarakat kalau panen hasil panennya dimasukan ke perahu eretan menuju ke Gunung Kaler. Apalagi pada saat banjir waduh betul-betul kalang kabut," kata Dandim 0602/ Serang Kolonel Inf Soehardono dilansir dari chanel Youtube TNI AD.
Tetapi setelah terbangunnya jembatan gantung, kini masyarakat bisa membawa hasil buminya kapan saja sengan menggunakan sepeda motor.
Baca juga: Panglima TNI dan Kapolri Pimpin Rapat Penanganan Covid-19 dengan Forkopimda Kabupaten Sleman
"Insyaalah jembatan gantung ini selesai maka dia bisa membawa hasil buminya dari Carenang menuju Gunung Kaler dibawa ke tangerang pakai sepeda motor bisa, karena kapasitas kemampuan jembatan gantung bisa menggunakan sepeda motor dan diisi hasil panen yang ada di desa Carenang," ujarnya.
"Waktu betul-betul menghemat, biaya juga hemat dan mobilitas bisa berjalan baik. Itu yang betul-betul dinikmati oleh rakyat di Carenang maupun Gunung Kaler," lanjut dia.
Relawan Vertical Recue Indonesia Lukmanul Hakim mengatakan biasa saat proses pembuatan jembatan gantung pihaknya biasanya menginap di tenda.
Hal tersebut dilakukan agar pihaknya senantiasa dekat dengan lokasi pembangunan jembatan gantung.
"Jadi kita menginap di tenda. Membuat teda. Jadi Alhamdulillah kalau misalnya 7 hari, ya tidur 7 hari di tenda," ujarnya.
Baca juga: Dua Nama di Bursa Calon Panglima TNI: Selain Rekam Jejak Baik, ELSAM Minta Komitmen Perlindungan HAM
Untuk kebutuhan logistik pun, mereka senantiasa mendapat bantuan dari masyarakat dan pemangku kepentingan yang lain.
Sehingga, saat proses pembangunan jembatan gantung begitu kental rasa kekeluargaan dan persaudaraan.
Karena semua elemen masyarakat bahu membahu mengerjakan jembatan gantung tersebut baik masyarakat, TNI, atau pihak lainnya.
"Kalau makan di tenda kita dibantu dari sedekah terbuka untuk logistik, terus dibantu dari Dandim, terus dibantu juga dari PMI tim dapur umumnya. Tapi biasanya kita bersama masyarakat juga dibantu untuk makan juga," ujarnya.
Dadan Ridwan relawan vertical Rescue Indonesia lainnya mengaku terharu bisa berkontribusi untuk masyarakat.
Terlebih, kehadiran jembatan gantung yang diinisiasi komunitasnya mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat.
"Terharu gitu, karena sambutan dari masyarakatnya sendiri sangat luar biasa," ujarnya.
Sementara, Komandan Vertical Rescue Indonesia, Tedi Ixdiana, mengaku bila kegembiraan masyarakat adalah bayaran termahal baginya.
"Melihat mereka bergembira, itu kami ikut bergembira, itu adalah bayaran termahal bagi kami. Mereka bergembira, mereka bersorak-sorak bisa menyebrang, kelelahan kami berhari-hari itu terbayar," ucapnya. (Tribunnews.com/ Tribunjakarta/ chanel youtube TNI AD/ Elga Hikari Putra)
Sebagian dari artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kisah Relawan Bangun Jembatan di Pedalaman, Sering Terenyuh Dengar Kesedihan Ibu yang Anaknya Hanyut