TRIBUNNEWS.COM, RIYADH - Sejumlah kebijakan Arab Saudi mengenai pembukaan umrah mulai 9 Agustus 2021 tengah disoroti Kementerian Agama.
Asosiasi umrah dan haji bahkan menyebut kebijakan yang ditetapkan "kurang masuk akal".
Sejauh ini, Indonesia menjadi salah satu negara berstatus ditangguhkan untuk melakukan perjalanan langsung ke Arab Saudi di tengah angka kasus Covid-19 dan kematian yang masih tinggi.
Asosiasi penyelenggara umrah dan haji memperkirakan kebijakan Arab Saudi akan mengerek biaya umrah dua kali lipat, dan ini sangat tergantung dari hasil lobi pemerintah Indonesia.
Baca juga: Arab Saudi Terima Jemaah Umrah Asing Mulai Hari Ini, Setelah Akibat Pandemi Covid-19
Seperti apa syarat umrah dari Arab Saudi?
Pemerintah Arab Saudi menerima permintaan umrah bagi seluruh dunia mulai Senin, 9 Agustus 2021.
Pemerintah mengatakan akan meningkatkan kapasitas umrah hingga 2 juta per bulan dari sebelumnya hanya 60.000 kunjungan per bulan.
Dalam keterangan lain yang diterima Kementerian Agama, ketentuan calon jemaah umrah sembilan negara yaitu India, Pakistan, Mesir, Turki, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, Lebanon, termasuk Indonesia harus menjalani karantina 14 hari di negara ketiga sebelum tiba di Arab Saudi.
Selain itu, Arab Saudi hanya menerima jemaah yang sudah mendapat vaksin Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan Johnson&Johnson.
Bagi jemaah yang sudah memperoleh vaksin dari China diwajibkan mendapat suntikan booster satu dosis dari Pfizer, Moderna, AstraZeneca atau Johnson&Johnson.
Vaksin Sinovac yang paling dominan yang didapat masyarakat Indonesia.
Apa yang diupayakan pemerintah Indonesia?
Berdasarkan kebijakan umrah itu, pihak Kementerian Agama menyambangi Duta Besar Arab Saudi di Jakarta, seperti dilaporkan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Nur Arifin.
"Kami bisa bertemu dengan Pak Kedubes, menyampaikan hal ini. Bahwa kondisi kita masih terkena suspend, maka mohon agar bisa diakhiri suspend," kata Nur Arifin kepada BBC News Indonesia, Senin (9/8/2021).
Indonesia masuk dalam daftar negara yang berstatus Suspend (penangguhan) dari pemerintah Arab Saudi sejak Februari 2021 lalu.
Dengan demikian, Arab Saudi menutup penerbangan langsung dari Indonesia ke negaranya.
Menurut Nur Arifin, respon dari pihak kedutaan besar Arab Saudi di Indonesia, status penangguhan itu "sangat berkaitan dengan kondisi perkembangan Covid" di Indonesia.
Lalu, mengenai syarat vaksin, "Kami menyampaikan bahwa, saat ini WHO sudah menyatakan bahwa vaksin Sinovac dan Sinopharm diakui… Kalau diakui WHO, tentunya pemerintah Arab Saudi juga akan mengakui," lanjut Nur Arifin.
Untuk itu, tim Kemenag mendorong pihak Arab Saudi mengakui vaksin asal China dengan melanjutkan "disiarkan dalam berita resmi. Supaya dipedomani bersama."
Terkait dengan waktu karantina hingga 14 hari, disebut Nur Arifin sebagai "kurang masuk akal".
"Umrah satu minggu, tapi karantina 14 hari. Nanti sampai sana dikarantina lagi. Nanti sepulang ke Indonesia, dikarantina lagi 8 hari. Jadi lebih banyak dikarantinanya," jelas Nur Arifin.
Pada 23 Agustus mendatang, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dijadwalkan menemui pemerintah Arab Saudi untuk melakukan lobi lanjutan.
"Pak Menteri kami sedang mau berangkat ke Saudi. Ini sedang persiapan," kata Nur Arifin.
Kementerian Agama melaporkan total calon jamaah umroh Indonesia yang tertunda keberangkatannya per 28 Februari 2020 mencapai 59.757 orang.
Sementara itu, jumlah calon jamaah yang sudah membayar uang muka sebanyak 41.516 orang, dan jamaah yang telah mengantongi tiket dan visa sebanyak 18.752 orang.
Kenapa ketentuan ini menaikkan biaya umrah?
Bendahara Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi memperkirakan biaya umrah "kemungkinan akan sangat mahal" dengan skema dari pemerintah Arab Saudi.
Hal ini berdasarkan ketentuan lamanya karantina, tes PCR, dan vaksin tambahan yang dibebankan kepada calon jamaah umrah.
"Kalau kita bicara harga, akan jadi dua kali lipat, bisa sampai Rp 54-60 juta per orang, untuk selama 30 hari menyelenggarakan ibadah umrah," kata Tauhid kepada BBC News Indonesia, Senin (9/8/2021).
Tauhid juga memperkirakan dari hampir 60.000 calon jamaah umrah, hanya 70 persen yang akan melanjutkan perjalanan ziarah itu sampai penangguhan kembali dibuka.
"Tapi kalau membatalkan itu banyak persoalan. Travel itu sudah membayarkan ke airlines, dan hotel-hotel di Saudi Arabia," kata Tauhid.
Bagaimana pun, kata Tauhid, hal ini sangat tergantung dari diplomasi pemerintah Indonesia ke Arab Saudi.
"Kasihan masyarakat kita yang sudah mengumpulkan uangnya. Begitu lama, ingin umrah. Kemudian jadi mahal," katanya.
Ia juga mencontohkan negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia yang kasus Covid-nya masih tinggi beberapa hari belakangan ini, tapi tidak masuk ke dalam daftar penangguhan pemerintah Arab Saudi.
"Itu kan (persoalan) diplomasi aja," tambah Tauhid.
Umrah Dimulai Kemarin
Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka akan membuka Masjidil Haram dan Masjid Nabawi bagi jemaah umrah asing mulai Senin (9/8/2021) waktu setempat.
Kantor berita pemerintah Saudi Press Agency (SPA), seperti dikutip Arab News, menyebutkan Minggu (7/8/2021), bahwa pihak berwenang di kementerian yang mengoordinasikan jemaah haji asing mulai Senin akan mulai "menerima permintaan umrah dari berbagai negara di dunia".
Disebutkan, kementerian awalnya akan menerima 60 ribu jemaah per bulan yang dibagi dalam delapan periode, hingga kapasitasnya menjadi dua juta jemaah per bulan.
Menurut Kementerian, penerbitan izin akan melalui aplikasi Etamarna dan Tawakalna.
Saat ini Arab Saudi menggunakan sistem layanan terpadu dan tindakan pencegahan, yang telah diambil Kerajaan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan mereka yang ingin melakukan ritual umrah.
Baca juga: Jemaah Umrah RI Wajib Karantina 14 Hari, Kemenag Akan Lobi Arab Saudi
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Abdulfattah bin Sulaiman Mashat, menjelaskan bahwa kementerian bekerja dalam koordinasi dengan otoritas lain sebelum musim umrah mendatang untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para jemaah selama perjalanan mereka.
Namun jemaah umrah pun tetap harus memenuhi persyaratan dan protokol kesehatan.
Disebutkan bahwa jemaah dari dalam kerajaan, yang berasal dari penduduk lokal dan pemukim, harus sudah divaksin Covid-19 untuk bisa salat di dua masjid suci tersebut.
Ini ditunjukkan melalui aplikasi Tawakkalna untuk tiga kategori, yaitu divaksinasi dengan dua dosis vaksin Covid-19, atau mereka yang menghabiskan 14 hari setelah menerima dosis pertama vaksin, atau mereka yang pulih dari infeksi).
Sementara jemaah dari luar kerajaan harus menunjukkan sertifikat resmi vaksinasi dari negara masing-masing. Vaksin yang dimaksud adalah dari daftar vaksin yang disetujui Arab Saudi.
Baca juga: Arab Saudi Denda Rp 1,9 Miliar bagi Pendatang dari Negara Terinfeksi Tinggi Covid-19
Selain itu, katanya, kedatangan juga harus mematuhi prosedur karantina institusional.
Wamenhub menyatakan jumlah penumpang angkutan antar-jemput tidak akan melebihi 50 persen dari kapasitasnya, dengan tetap menjaga jarak aman di dalam, dan memastikan izin jemaah yang dikeluarkan melalui aplikasi sebelum diizinkan naik.
Sementara itu, Kepresidenan Umum Urusan Dua Masjid Suci mengatakan telah menyelesaikan persiapan organisasi untuk menerima jemaah dari luar Kerajaan di Masjidil Haram mulai Senin.
Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Masjidil Haram, Dr Saad bin Mohammed Al-Muhaimid, mengatakan ini termasuk mengatur titik masuk dan keluar dan mempersiapkan semua koridor, halaman dan alun-alun sebelum masuknya jamaah.
Dia mengatakan semua pemimpin lapangan di Masjidil Haram akan memantau dan mengevaluasi rencana operasional dan menyediakan lingkungan yang aman.
Baca juga: Arab Saudi Buka Pintu Umrah 10 Agustus, Ini Syarat-syarat Untuk Jemaah Indonesia
Pengumuman ini muncul sekitar 18 bulan setelah kerajaan menutup perbatasannya untuk peziarah asing karena pandemi virus corona.
Pandemi Covid-19 mengganggu ibadah umrah ke dua daerah suci, yang biasanya menyumbang pendapatan 12 miliar dolar per tahun pada situasi normal.
Arab Saudi menghentikan umrah akibat pandemic, tetapi membukanya kembali untuk jamaah domestik yang diimunisasi pada Oktober tahun lalu.
Haji berlangsung pada Juli tahun ini dan tahun lalu, meskipun hanya terbuka untuk sejumlah jemaah domestik.
Secara keseluruhan, Arab Saudi telah mencatat hampir 532.000 kasus virus corona dan lebih dari 8.300 kematian.
Pemerintah telah mempercepat upaya vaksinasi nasional membangkitkan kembali pariwisata dan sektor lain yang dilanda pandemi, seperti kompetisi olahraga dan ekstravaganza hiburan.
Vaksinasi wajib bagi siapa pun yang ingin memasuki perusahaan pemerintah dan swasta, termasuk lembaga pendidikan dan tempat hiburan, serta menggunakan transportasi umum.
Sumber: BBC Indonesia/Tribunnews.com/ArabNews