TRIBUNNEWS.COM - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman membeberkan tiga dampak serius jika angka kematian Covid-19 disembunyikan oleh pemerintah.
Pertama, menurut Dicky, angka kematian Covid-19 menjadi satu di antara indikator penting untuk melihat keseriusan situasi pandemi di suatu wilayah.
Termasuk seberapa efektif kebijakan yang sudah dibuat demi menekan laju penularan Covid-19.
"Pertama menjadi indikator keseriusan situasi di suatu wilayah."
"Termasuk sebagai alat evaluasi terhadap kebijakan di hulu, seberapa jauh efektifnya," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Kamis (12/8/2021).
Kedua, Dicky menyinggung tentang pentingnya angka kematian Covid-19 sebagai dasar kepercayaan dari publik.
Bahkan, lanjut Dicky, disembuyikannya angka kematian juga bisa berdampak pada pandangan dari dunia internasional.
"Kedua, ini menyangkut masalah tata kelola, transparasi, dan juga trust dari publik. Semua pihak bahkan dunia internasional juga akan melihat."
"Jadi karena itulah data ini dengan segala plus minusnya harus kita sampaikan," tambah Dicky.
Ketiga, Dicky menekankan, angka kematian Covid-19 bisa menjadi tolok ukur kewaspadaan dan kesadaran publik terhadap situasi pandemi.
Untuk itu, Dicky tak menyarankan untuk menghapusnya meski hanya sementara.
Baca juga: Jubir Satgas Covid-19 : Penghapusan Indikator Angka Kematian Covid-19 Hanya Sementara
"Ketiga, ini adalah bagian dari strategi komunikasi resiko, di mana akan membangun persepsi resiko, terutama untuk masyarakat."
"Meskipun data tiga minggu lalu, tapi masyarakat perlu tahu bahwa situasi ini serius di wilayahnya."
"Sehingga masyarakat jadi tahu dan semakin bisa didorong lebih ketat untuk mengikuti apa yang disarankan pemerintah," jelas Dicky.
Di sisi lain, Dicky juga menyinggung alasan dihapuskannya angka kematian Covid-19, yakni adanya temuan input data akumulasi selama beberapa minggu ke belakang.
Padahal, menurut Dicky, penumpukkan laporan data adalah hal yang sangat wajar terjadi di tengah pandemi.
Bahkan, tidak hanya di Indonesia, banyak negara lain juga mengalami hal serupa.
"Memang itu kendala yang sangat wajar dialami, bahkan bukan hanya di Indonesia saja."
"Di negara maju, yang dilaporkan bisa dua kali lebih rendah dari data yang ada," kata Dicky.
Baca juga: Jubir Luhut: Angka Kematian Covid akan Kembali jika Data Sudah Rapi, Ada Tim Khusus untuk Perbaiki
Dicky juga memprediksi, setelah angka kematian Covid-19 diperbaiki, angka yang muncul bisa jauh lebih tinggi.
Terlebih, positivity rate di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan standar dari WHO.
"Yang dilaporkan memang belum yang mendekati sebenarnya, kalau di bawah (dari angka yang dilaporkan saat ini, red) tentu tidak."
"Pasti di atasnya, karena positivity rate kita tinggi untuk kasus aktifnya," ujar Dicky.
Data Kematian Covid-19 akan Kembali jika Sudah Rapi
Diketahui, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Jodi Mahardi ikut menanggapi terkait angka kematian Covid-19 yang dihapus sementara dari indikator penanganan Covid-19.
Menurut Jodi, hal itu dikarenakan adanya data yang merupakan akumulasi dari beberapa minggu sebelumnya.
Akibatnya, pemerintah mengaku kesulitan dalam menganalisis penanganan Covid-19 di daerah.
Baca juga: Tanggapan Pemerintah soal Prediksi Data Kematian Covid Bisa Jauh Lebih Tinggi setelah Diperbaiki
"Kami temukan ada input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan disorsi dalam penilaian."
"Banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk atau dicicil pelaporannya oleh daerah, sehingga dilaporkan jadi terlambat."
"Jadi terjadi bias dalam analisis, hal ini menyebabkan sulit melihat perkembangan situasi Covid-19 di suatu daerah," kata Jodi, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Kamis (12/8/2021).
Bahkan, Jodi menyebut tidak hanya angka kematian Covid-19 saja yang mengalami hal serupa.
Rupanya, banyak angka kesembuhan Covid-19 yang juga mengalami keterlambatan dalam pelaporan.
Meski belum diketahui penyebabnya, Jodi menduga hal tersebut lantaran keterbatasan tenaga di daerah.
"Hal serupa juga terjadi dengan kasus aktif, karena banyak kasus sembuh yang belum terlaporkan. Hal ini bisa terjadi mungkin karena keterbatasan tenaga di daerah," ujarnya.
Baca juga: Luhut Hapus Angka Kematian Covid-19, Epidemiolog Sebut Berbahaya: Bisa Salah Strategi dan Ekspektasi
Lebih lanjut, untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah juga menerjunkan tim khusus untuk memperbaikinya.
Kedepannya, setelah data sudah rapi, data angka kematian akan dimasukkan kembali ke dalam indikator penanganan Covid-19.
"Ke depan kita terus mengambil langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat. Kita juga menurunkan tim kusus untuk ini."
"Nanti kita akan input indikator kematian jika datanya sudah rapi," jelasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)