Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai pernyataan Polri yang akan mengejar pembuat seni mural 'Jokowi 404: Not Found' di Tangerang, Banten, dinilai berlebihan alias lebay.
"Kalau polisi masih mengejar kecuali Presidennya sendiri lapor itu lebay," kata Fickar saat dikonfirmasi, Minggu (15/8/2021).
Ia menuturkan dalih Polri mengejar pembuat mural lantaran dianggap menghina lambang negara dinilai tidak relevan.
Menurutnya, presiden bukanlah bagian dari lambang negara.
Baca juga: Sosiolog: Kalau Presiden Tak Merasa Mural Jokowi 404: Not Found Mengganggu, Kenapa Harus Dihapus?
"Lambang negara itu bukan Presiden, tetapi garuda pancasila. Jadi sebenarnya tidak relevan dan tidak konteks pasal tentang penghinaan terhadap presiden," ujarnya.
Dijelaskan Fickar, penerapan pasal penghinaan presiden juga dinilai tidak tepat.
Sebab sejarahnya, pasal itu merupakan peninggalan penjajahan Belanda.
"Karena (Indonesia) ini bukan negara kerajaan seperti Belanda. Pasal ini peninggalan penjajah Belanda yaitu penghinaan terhadap ratu karena Belanda memang negara kerajaan (monarchi) yang kepala negara atau rajanya baru berganti jika mati, sedangkan Indonesia itu negara demokrasi yang presiden atau kepala negaranya berganti lima tahun sekali," jelas dia.
Baca juga: Mural Jokowi 404: Not Found Ramai Dibicarakan, Roy Suryo Ungkap Artinya
Menurutnya, kasus tersebut baru bisa dilakukan penyelidikan jika presiden Jokowi selaku pihak yang digambarkan seni mural itu melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.
Nantinya, kata Fickar, kasus itu tidak ditangani dengan pasal penghinaan presiden.
Sebaliknya jika Jokowi melapor ke polisi, kasus itu bisa dilaporkan dalam kasus pencemaran nama baik.
"Jadi tidak relevan penghinaan terhadap presiden kepala negara.
Baca juga: Mural Jokowi 404: Not Found Ramai Dibicarakan, Roy Suryo Ungkap Artinya
Kecuali menghina terhadap pribadi orangnya dan itupun orangnya yang harus mengadu.