News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

HUT Kemerdekaan RI

KSP: Presiden Jokowi Tepis Stigma Negatif Suku Baduy

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi mengenakan baju kampret, busana adat suku Baduy Luar saat menyampaikan Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR, Senin (18/8/2021) di gedung DPR/MPR Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan pakaian adat Suku Baduy dalam menghadiri sidang tahunan MPR/DPR/DPD Tahun 2021.

Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Pembangunan Manusia Abetnego Tarigan mengatakan, Presiden Jokowi tidak hanya mengapresiasi keluhuran nilai-nilai adat dan budaya suku Baduy, namun juga menangkal stigma negatif terhadap Suku Baduy.

“Presiden mengangkat ke tingkat paling tinggi di salah satu acara kenegaraan. Hal ini dapat dimaknai sebagai cara presiden untuk menghentikan stigma dan makna negatif dari penyebutan suku Baduy,” kata Abetnego Tarigan dalam keterangannya, Senin (16/8/2021).

Pihak KSP pun menganggap bahwa langka Presiden untuk menggunakan pakaian adat dan mengangkat kebudayaan suku Baduy dalam acara kenegaraan ini merupakan suatu inisiatif yang baik dalam menekankan kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Presiden Jokowi dalam menyampaikan pidato kepresidenan saat sidang tahunan MPR 2021 pada Senin (16/8/20×1) tampak mengenakan pakaian adat Suku Baduy berwarna hitam dengan lencana merah putih.

Baca juga: Mengenal Ikat Kepala Suku Baduy yang Dikenakan Jokowi saat Sidang MPR Tahunan 2021

Presiden juga mengenakan udeng kepala berwarna biru, alas kaki sandal berwarna hitam lengkap dengan tas rajut berwarna coklat. 

Pakaian adat ini disiapkan secara pribadi oleh Tetua Adat Masyarakat Baduy sekaligus Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija. 

Presiden Jokowi pun mengatakan bahwa desain pakaian adat Baduy sangat sederhana dan sangat nyaman untuk dikenakan. 

Sebutan "Baduy" sendiri merupakan sebutan yang disematkan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat adat sub-Sunda yang tinggal di wilayah Lebak, Banten.

Namun penyebutan Suku Baduy cenderung mengarah pada makna peyorasi karena kaitan sejarahnya sebagai produk era kolonial Belanda. 

Para kolonial secara gegabah mengidentifikasi suku Baduy layaknya suku Badawi di tanah Arab yang hidup secara nomaden dan dianggap liar. 

Walaupun kelompok masyarakat ini menyebut dirinya sebagai Urang Kanekes, namun dalam perkembangannya, istilah Baduy kini tidak lagi bersifat peyoratif karena penyebutannya oleh banyak orang tanpa ada niatan untuk merendahkan.

“Istilah Baduy dilekatkan pada mereka oleh orang luar dan terus berlanjut sampai sekarang. Tapi saya pun kadang pakai istilah 'Baduy' karena sangat sering digunakan dan tidak dengan maksud merendahkan,” kata Hilman Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini