Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyoroti Presiden Jokowi yang tampil dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI menggunakan pakaian masyarakat Adat Baduy.
Menurut AMAN, pakaian adat tersebut hanya sekadar pembungkus badan.
"Sementara Indonesia dibuat sangat jauh dari paradigma pembangunan ala Baduy yang begitu menghormati bumi," kata Sekjen AMAN Rukka Sombolingi dalam keterangannya, Selasa (17/8/2021).
Rukka mengatakan dalam janji Nawacita disebutkan bahwa Presiden Jokowi berkomitmen untuk melindungi dan memajukan Hak-Hak Masyarakat Adat, dengan membuat kebijakan perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat dengan meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan kah-hak masyarakat adat.
Baca juga: Jokowi Tampil Stunning Dalam Balutan Pakaian Adat Suku Pepadun, Ini Detail Aksesorisnya
Jokowi, dikatakan Rukka, juga pernah berkomitmen melanjutkan proses legislasi RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat, memastikan proses-proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan sumberdaya alam pada umumnya, mendorong penyusunan Undang-Undang terkait penyelesaian konflik-konflik agraria, membentuk Komisis Independet untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat kedepan.
Baca juga: Mengenal Baju Adat Lampung yang Dikenakan Jokowi dalam Upacara HUT ke-76 RI
“Namun sampai saat ini janji Nawacita belum terpenuhi satu pun. Bahkan perampasan wilayah adat terus terjadi," katanya.
Sementara itu, dikatakan Rukka, Satgas Masyarakat Adat menguap tidak tahu ke mana.
"Dan Undang-Undang Masyarakat Adat belum juga disahkan, bahkan terus melemah di DPR. Malah yang disahkan adalah Revisi Undang-Undang Minerba dan Omnibus (Undang-Undang Cipta Kerja),” tambah Rukka.
Baca juga: Tanggapi Pidato Jokowi, PSI: Pemenang Adalah Mereka yang Adaptif
Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rahma Mary pun menyampaikan hal serupa.
"Menghormati masyarakat adat tidak cukup hanya memakai pakaiannya saja, sementara pengakuan terhadap tanah, wilayah, asal-usul, dan budayanya diabaikan, masyarakatnya digusur dan ditangkapi," kara Mary.
YLBHI mencatata sebanyak 88 persen konflik tanah dan sumber daya alam yang diadvokasinta tiga bulan terakhir berada di wilayah masyarakat adat.
"Apakah dengan mengenakan pakaian adat Presiden hendak merayakan kemenangan atas pengusiran masyarakat adat di bawah UU Cipta Kerja?” tanya Siti Rahma Mary.
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Kirim Ucapan Selamat ke Jokowi dan Rakyat Indonesia
Menurutnya, keberpihakan negara terhadap masyarakat adat sebagai kelompok rentan dan selama ini cukup terabaikan adalah sebuah keharusan dan kemendesakan.
"Menjadi tanda tanya besar pada perayaan 76 tahun kemerdekaan RI sebagai negara demokratis, dengan belum terpenuhinya aspek rekognisi, penghormatan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap para pemilik hak ulayat dan cikal bakal negeri ini," katanya.
Sementara itu, Pendeta Jimmy Sormin selaku Sekretaris Eksekutif KKC-PGI mengatakan publik, khususnya masyarakat adat butuh dukungan yang lebih substansial daripada sekadar kemasan dengan mempromosikan pakaian adat atau karya seni masyarakat adat lainnya.
"Pemangku kebijakan dengan semangat keberpihakan dan keadilan itu, sudah seharusnya memprioritaskan pengesahan RUU Masyarakat Adat yang telah lama dinantikan- sebagai sebuah kado kemerdekaan yang sejati," kata Jimmy.