News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Pengamat: Wajar Kalau Masih Ada Traumatik Terhadap Taliban

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyambut kedatangan WNI yang dievakuasi dari Afghanistan ke tanah air, di Base Ops, Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Sabtu dini hari (21/8/2021). Sebanyak 33 orang berhasil dievakuasi menggunakan pesawat Boeing 737-400 TNI AU, pasca situasi yang semakin mencekam akibat jatuhnya kota Kabul, ibukota Afghanistan ke tangan kelompok Taliban. Adapun 26 WNI tersebut terdiri dari 16 staf KBRI dan 10 non staf KBRI, sementara 7 warga negara non WNI yang turut dibantu pemerintah Indonesia untuk keluar dari negara tersebut terdiri dari 5 warga negara Philipina dan 2 warga negara Afghanistan (suami dari WNI dan staf lokal KBRI). TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik internasional sekaligus Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) Arya Sandhiyudha mengatakan masih banyaknya warga Afghanistan yang mengungsi menunjukkan ketakutan dan traumatik pada Taliban ketika berkuasa 1999-2000 lalu masih ada.

Hanya saja, Arya menilai pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban tidak boleh dipandang skeptis.

"Penguasaan oleh Taliban, tidak boleh langsung dipandang skeptis, mereka perlu diberikan ruang dan waktu pembuktian. Akan tetapi, perlu dimaklumi beberapa catatan penting kenapa masih ada sebagian ketakutan dan traumatik masih ada di sebagian kekuatan kawasan, serta negara-negara dunia," ujar Arya, ketika dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (21/8/2021). 

Arya lantas menyoroti sikap dan respon berbeda dari negara tetangga sekitar Afghanistan. Seperti halnya Iran dan Pakistan yang memiliki kecenderungan pemihakan kepada Taliban. 

Tentu sikap dan respon berbeda akan ditunjukkan Tajikstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Kyrgystan dalam pandangan para pengungsi.

Baca juga: Kepala BNPT Sebut Ada Pihak yang Berusaha Galang Simpatisan Lewat Isu Taliban

Sementara, Turki, sudah membangun tembok tambahan, menambah pasukan, serta drone di perbatasan untuk mencegah pengungsi ilegal dari Afghanistan.

Kemudian negara-negara besar di sekitar kawasan seperti China dan Rusia, jelas mengembangkan respon yang berbeda dengan negara yang melihat dengan bias persepsi Amerika Serikat. 

Meski respon dari negara tetangga sekitar Afghanistan berbeda-beda, Indonesia dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif diharapkan Arya akan menjalin hubungan internasional dengan pihak manapun yang menjadi representasi resmi Afghanistan. 

Seorang pejuang Taliban menggunakan senapan mesin di atas kendaraan saat mereka berpatroli di sepanjang jalan di Kabul, afghanistan, Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota yang mencoba melarikan diri dari serangan kelompok garis keras di Afghanistan. (Foto oleh Wakil Kohsar / AFP) (AFP/WAKIL KOHSAR)

Apabila transisi kekuasaan kepada Taliban berlangsung lancar dan mulus, Indonesia diharapkan juga akan melancarkan interaksi. 

Sebab, lanjut Arya, usia panjang hubungan kedua bangsa dan rakyat, serta kepentingan nasional atas kerjasama ekonomi-perdagangan, politik-diplomatik, budaya-peradaban, tentunya akan lebih dikedepankan sebagai respon. 

"Disamping tentunya, Indonesia selalu siap mengambil peran membantu Afghanistan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga publik dan pemerintahan, pendekatan Hak Asasi Manusia, termasuk penghormatan kepada kaum perempuan dan minoritas," kata Arya. 

"Indonesia memiliki jejak interaksi dengan semua pihak di Afghanistan, termasuk dengan Taliban. Ini merupakan modal sosial politik yang positif dalam bingkai kepentingan nasional Republik Indonesia di Afghanistan," imbuhnya.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini