News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Cerita di Balik Evakuasi 26 WNI dari Afghanistan: Sempat Mengurus Ulang Izin Mendarat di Kabul

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyambut kedatangan WNI yang dievakuasi dari Afghanistan ke tanah air, di Base Ops, Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Sabtu dini hari (21/8/2021). Sebanyak 33 orang berhasil dievakuasi menggunakan pesawat Boeing 737-400 TNI AU, pasca situasi yang semakin mencekam akibat jatuhnya kota Kabul, ibukota Afghanistan ke tangan kelompok Taliban. Adapun 26 WNI tersebut terdiri dari 16 staf KBRI dan 10 non staf KBRI, sementara 7 warga negara non WNI yang turut dibantu pemerintah Indonesia untuk keluar dari negara tersebut terdiri dari 5 warga negara Philipina dan 2 warga negara Afghanistan (suami dari WNI dan staf lokal KBRI). TRIBUNNEWS.COM/PUSPEN TNI

Karenanya, Hidayat menilai wajar Menlu Retno Marsudi terus bersikap konstruktif untuk mendorong masyarakat dunia membantu menyelesaikan masalah di Afghanistan dengan mengedepankan maslahat dan kepentingan Afghanistan dalam mewujudkan perdamaian serta solusi dengan melibatkan seluruh pihak di internal Afghanistan.

"Sikap Menlu yang bijak ini penting disuarakan lebih serius dan lebih aktif melalui forum-forum internasional seperti di PBB maupun OKI."

"Dan karena de facto sekarang Taliban yang 'menguasai' Afghanistan tetapi masih ada perlawanan dari Panshir dipimpin oleh Ahmad Mashood dan wapres Amrullah Sholih, maka penting juga bagi Kemenlu RI untuk melakukan peran lobinya agar bisa dihindarkan perang dan konflik terbuka sesama warga Afghanistan, yang akan makin menyeret Afghanistan kepada kondisi politik, ekonomi maupun sosial yg makin buruk dan makin menyengsarakan Negara dan Bangsa Afghanistan," ujar Hidayat.

Pemerintah Diminta Tak Buru-buru Akui Kelompok Tertentu

Pengamat politik internasional sekaligus Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) Arya Sandhiyudha mengatakan masih banyaknya warga yang mengungsi menunjukkan ketakutan dan traumatik pada Taliban ketika berkuasa 1999-2000 lalu masih ada.

Hanya saja, Arya menilai pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban tidak dipandang skeptis.

"Penguasaan oleh Taliban, tidak boleh langsung dipandang skeptis, mereka perlu diberikan ruang dan waktu pembuktian. Akan tetapi, perlu dimaklumi beberapa catatan penting kenapa masih ada sebagian ketakutan dan traumatik masih ada di sebagian kekuatan kawasan, serta negara-negara dunia," ujar Arya, ketika dihubungi, Sabtu (21/8/2021).

Selain itu, meski respon dari negara-negara tetangga sekitar Afghanistan berbeda-beda, Indonesia dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif diharapkan Arya akan menjalin hubungan internasional dengan pihak manapun yang menjadi representasi resmi Afghanistan.

Apabila transisi kekuasaan kepada Taliban berlangsung lancar dan mulus, pastilah Indonesia akan berinteraksi.

Sebab usia panjang hubungan kedua bangsa dan rakyat, serta kepentingan nasional atas kerjasama ekonomi-perdagangan, politik-diplomatik, budaya-peradaban, tentunya akan lebih dikedepankan sebagai respon.

Baca juga: JK Sebut Afghanistan di Bawah Kepemimpinan Taliban akan Berubah

"Disamping tentunya, Indonesia selalu siap mengambil peran membantu Afghanistan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga publik dan pemerintahan, pendekatan Hak Asasi Manusia, termasuk penghormatan kepada kaum perempuan dan minoritas."

"Indonesia memiliki jejak interaksi dengan semua pihak di Afghanistan, termasuk dengan Taliban. Ini merupakan modal sosial politik yang positif dalam bingkai kepentingan nasional Republik Indonesia di Afghanistan," kata Arya.

Di sisi lain, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana meminta pemerintah Indonesia menunggu perpolitikan internal di Afghanistan menguat.

Penting dilakukan, kata dia, untuk mengetahui siapa pemimpin yang pada akhirnya diterima oleh berbagai kelompok di Afghanistan dan rakyat. Karenanya pemerintah diminta tak terburu-buru mengakui kelompok tertentu disana.

"Pemerintah jangan terburu-buru mengakui kelompok tertentu, karena bisa dipersepsikan oleh kelompok lain yang ada di Afghanistan sebagai bentuk campur tangan pemerintah Indonesia dalam urusan domestik negara lain," ujar Hikmahanto.

"Jadi kondisi politik di internal Afghanistan masih sangat cair. Dan diantara mereka, termasuk dari Taliban, sedang tarik ulur siapa yang akan jadi pemimpin dan bagaimana struktur pemerintahannya," tambahnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini