Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua puluh enam warga negara Indonesia (WNI) berhasil dievakuasi dari Kabul, Afghanistan, dan mendarat dengan selamat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (21/8/2021). Evakuasi dilakukan usai Afghanistan dikuasai Taliban.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkap awalnya rencana evakuasi disiapkan menggunakan pesawat sipil. Namun kondisi lapangan membuat harus ada penyesuaian dan perubahan.
"Dan sesuai koordinasi dengan Panglima TNI, maka diputuskan evakuasi menggunakan pesawat militer," ujar Retno, saat menyambut WNI, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (21/8/2021).
Pesawat TNI Angkatan Udara (AU) yang ditugaskan telah berangkat pada 18 Agustus 2021 pukul 06.00 WIB. Adapun rute yang ditempuh adalah Jakarta-Aceh-Colombo-Karachi-Islamabad-Kabul.
Izin terbang dan izin mendarat di Islamabad telah diurus saat pesawat mengudara, hingga akhirnya diterima untuk mendarat pada hari yang sama pukul 20.27 waktu setempat.
Setelahnya, pemerintah Indonesia mengurus izin mendarat di Kabul. Awalnya, izin mendarat di Bandara Kabul diagendakan pada 19 Agustus 2021, akan tetapi penundaan terjadi.
"Koordinasi terus dilakukan untuk mengurus izin landing pesawat di Bandara Hamid Karzai Kabul. Semula kita berhasil mendapatkan slot mendarat untuk 19 Agustus pagi sekitar pukul 04.10. Namun izin tersebut kemudian ditarik dan ditunda karena adanya perkembangan lapangan yang tidak kondusif," kata Retno.
Imbas pembatalan itu, pemerintah Indonesia harus mengurus ulang izin mendarat di Kabul. Pesawat TNI AU menunggu di Islamabad.
Baca juga: Cerita 72 Jam Awak Pesawat Skadron Udara 17 Mengevakuasi WNI dari Afganistan
Retno pun berkoordinasi dengan sejumlah pihak guna mendapatkan izin landing yang baru, mulai dari Menteri Luar Negeri Turki, Menteri Luar Negeri Norwegia, pihak Belanda, Amerika Serikat, dan NATO.
"Proses ini adalah proses yang tidak mudah, dan memerlukan koordinasi yang kuat. Tanggal 20 Agustus dinihari diperoleh informasi izin landing yang baru telah diperoleh," kata Retno.
Pesawat TNI AU akhirnya tiba di Kabul 05.17 waktu setempat dengan rencana berhenti selama 30 menit, meski akhirnya berhenti selama dua jam.
Lantas, pesawat akhirnya mengudara pukul 07.10 dari Kabul dan tiba di Islamabad pukul 08.11 waktu setempat untuk melakukan pengisian bahan bakar.
"Dan alhamdulillah pesawat sudah tiba kembali di Bandara Halim Perdanakusuma pada pagi hari ini, 21 Agustus 2021," kata Retno.
Tercatat, sebanyak 26 WNI, 5 warga negara Filipina, dan dua warga negara Afghanistan sampai dengan selamat di Bandara Halim Perdanakusuma, Sabtu (21/8/2021), pukul 03.05 WIB.
Hanya saja, mereka yang dievakuasi tidak langsung turun dari pesawat begitu tiba di Bandara Halim Perdanakusuma.
Mereka nampak diperiksa terlebih dahulu oleh petugas berpakaian alat pelindung diri (APD) lengkap di dalam pesawat.
Barulah terpantau sekitar pukul 03.30 WIB, satu per satu WNI dan WNA tersebut turun dari pesawat TNI AU. Pascamenuruni anak tangga, terlihat mereka yang dievakuasi kemudian berjalan.
Dari kejauhan, Menlu Retno terlihat memantau kepulangan mereka.
Retno tampak diapit oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo.
Selain itu, beberapa jajaran TNI dan Kemenlu juga terpantau berada di sekitar tiga orang tersebut.
Retno yang mengenakan blus perpaduan warna gelap dan terang bermotif seperti kain tradisional, terlihat menunggu dengan mengatupkan kedua tangannya satu sama lain di hadapan perutnya.
Saat WNI sudah berada di landasan Bandara Halim Perdanakusuma, Retno menjadi orang pertama disana yang melambaikan tangannya kepada mereka.
Lambaian Retno lantas diikuti oleh Fadjar dan jajarannya. Hadi nampak tak melambaikan tangannya, hanya berdiri memandang dari kejauhan.
Terhitung ada empat kali lambaian tangan dilakukan oleh Retno kepada para WNI yang diarahkan ke lokasi tertentu.
Baca juga: 2 Warga Afghanistan Ikut Dievakuasi ke Indonesia Menggunakan Pesawat TNI AU, Siapa Mereka?
Selepas itu, ketika para tim penjemput WNI juga turun dari pesawat, Retno nampak bertepuk tangan memberikan apresiasinya.
Gestur Retno ditutup dengan mengacungkan ibu jari kanannya ke langit.
Perdamaian Afghanistan dan Perlindungan Kaum Perempuan Jadi Harapan
Menlu Retno Marsudi mengharapkan perdamaian dan stabilitas dapat tercipta di Afghanistan pascapengambilalihan dan penguasaan Afghanistan ke tangan Taliban.
"Indonesia berharap agar perdamaian dan stabilitas dapat tercipta di Afghanistan. Indonesia terus berharap proses politik yang inklusif yang Afgan life, Afgan own, masih memiliki peluang untuk dilakukan demi kebaikan rakyat Afghanistan," ujar Retno, Sabtu (21/8/2021).
Dia menegaskan Indonesia memiliki harapan agar kaum perempuan Afghanistan dapat dihormati hak-haknya. Indonesia juga akan membantu menciptakan perdamaian di Afghanistan.
"Indonesia berharap agar kaum perempuan Afghanistan dihormati hak-haknya, dan Indonesia terus berkomitmen untuk membantu menciptakan perdamaian di Afghanistan, terutama melalui kerjasama pemberdayaan perempuan," katanya.
Senada, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PPP Muhammad Iqbal meminta pemerintah Indonesia terus berupaya mendukung perdamaian di Afghanistan.
Namun untuk saat ini, pemerintah diminta melihat perkembangan politik yang sah disana.
Sebab kelompok Taliban belum membentuk pemerintahan dan menunjuk pemimpin walaupun telah menguasai Afghanistan.
"Setelah mengevakuasi seluruh WNI, langkah selanjutnya menurut pendapat saya pemerintah harus melihat perkembangan politik sampai terbentuk pemerintahan yang sah di Afghanistan," kata Iqbal, ketika dihubungi.
"Selama menunggu proses terbentuknya pemerintahan di sana tentunya yang utama adalah Indonesia harus terus berupaya untuk mendukung perdamaian di Afghanistan," imbuhnya.
Anggota Komisi I DPR RI lainnya dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan menyarankan Kementerian Luar Negeri mengambil peran dalam kerangka Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk memastikan stabilitas di Afghanistan.
Dengan harapan tidak menimbulkan guncangan di negara-negara wilayah regional Asia Tengah dan Asia Selatan.
Baca juga: WNI Tiba di Bandara Halim dengan Selamat Tadi Pagi dari Kabul, Golkar Apresiasi Proses Evakuasi
"Karena distabilitas wilayah tersebut akan berdampak ke Indonesia. Baik itu dampak pengungsian maupun dampak filtrasi paham atau ideologi radikal," kata Farhan.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa evakuasi WNI yang dilakukan pemerintah bukan berarti Indonesia melarikan diri dari tanggung jawab dalam keterlibatan untuk menghadirkan perdamaian dunia.
Hal itu sebagaimana perintah Konstitusi, juga sebagai perwujudan dari amanat konstitusi yaitu melindungi seluruh Bangsa Indonesia apalagi yang berada di daerah konflik, sebagaimana diatur juga dalam Pasal 21 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Karenanya, Hidayat menilai wajar Menlu Retno Marsudi terus bersikap konstruktif untuk mendorong masyarakat dunia membantu menyelesaikan masalah di Afghanistan dengan mengedepankan maslahat dan kepentingan Afghanistan dalam mewujudkan perdamaian serta solusi dengan melibatkan seluruh pihak di internal Afghanistan.
"Sikap Menlu yang bijak ini penting disuarakan lebih serius dan lebih aktif melalui forum-forum internasional seperti di PBB maupun OKI."
"Dan karena de facto sekarang Taliban yang 'menguasai' Afghanistan tetapi masih ada perlawanan dari Panshir dipimpin oleh Ahmad Mashood dan wapres Amrullah Sholih, maka penting juga bagi Kemenlu RI untuk melakukan peran lobinya agar bisa dihindarkan perang dan konflik terbuka sesama warga Afghanistan, yang akan makin menyeret Afghanistan kepada kondisi politik, ekonomi maupun sosial yg makin buruk dan makin menyengsarakan Negara dan Bangsa Afghanistan," ujar Hidayat.
Pemerintah Diminta Tak Buru-buru Akui Kelompok Tertentu
Pengamat politik internasional sekaligus Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) Arya Sandhiyudha mengatakan masih banyaknya warga yang mengungsi menunjukkan ketakutan dan traumatik pada Taliban ketika berkuasa 1999-2000 lalu masih ada.
Hanya saja, Arya menilai pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban tidak dipandang skeptis.
"Penguasaan oleh Taliban, tidak boleh langsung dipandang skeptis, mereka perlu diberikan ruang dan waktu pembuktian. Akan tetapi, perlu dimaklumi beberapa catatan penting kenapa masih ada sebagian ketakutan dan traumatik masih ada di sebagian kekuatan kawasan, serta negara-negara dunia," ujar Arya, ketika dihubungi, Sabtu (21/8/2021).
Selain itu, meski respon dari negara-negara tetangga sekitar Afghanistan berbeda-beda, Indonesia dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif diharapkan Arya akan menjalin hubungan internasional dengan pihak manapun yang menjadi representasi resmi Afghanistan.
Apabila transisi kekuasaan kepada Taliban berlangsung lancar dan mulus, pastilah Indonesia akan berinteraksi.
Sebab usia panjang hubungan kedua bangsa dan rakyat, serta kepentingan nasional atas kerjasama ekonomi-perdagangan, politik-diplomatik, budaya-peradaban, tentunya akan lebih dikedepankan sebagai respon.
Baca juga: JK Sebut Afghanistan di Bawah Kepemimpinan Taliban akan Berubah
"Disamping tentunya, Indonesia selalu siap mengambil peran membantu Afghanistan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan lembaga publik dan pemerintahan, pendekatan Hak Asasi Manusia, termasuk penghormatan kepada kaum perempuan dan minoritas."
"Indonesia memiliki jejak interaksi dengan semua pihak di Afghanistan, termasuk dengan Taliban. Ini merupakan modal sosial politik yang positif dalam bingkai kepentingan nasional Republik Indonesia di Afghanistan," kata Arya.
Di sisi lain, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana meminta pemerintah Indonesia menunggu perpolitikan internal di Afghanistan menguat.
Penting dilakukan, kata dia, untuk mengetahui siapa pemimpin yang pada akhirnya diterima oleh berbagai kelompok di Afghanistan dan rakyat. Karenanya pemerintah diminta tak terburu-buru mengakui kelompok tertentu disana.
"Pemerintah jangan terburu-buru mengakui kelompok tertentu, karena bisa dipersepsikan oleh kelompok lain yang ada di Afghanistan sebagai bentuk campur tangan pemerintah Indonesia dalam urusan domestik negara lain," ujar Hikmahanto.
"Jadi kondisi politik di internal Afghanistan masih sangat cair. Dan diantara mereka, termasuk dari Taliban, sedang tarik ulur siapa yang akan jadi pemimpin dan bagaimana struktur pemerintahannya," tambahnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)