Dengan demikian, aset tersebut sudah dikuasai negara.
"Untuk penguasaan fisik yang dilakukan tim, bahwa (sekarang) aset dimiliki oleh negara. Saya senang plang (tanda aset dikuasai negara) tertera banyak institusi di situ, sehingga semoga memberikan deterrent (efek jera) bagi mereka yang menggunakan secara tidak sah aset tersebut," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Pengamanan Aset Tanah dan Bangunan BLBI, Jumat (27/8/2021).
Sri Mulyani merinci, negara menyita 49 bidang tanah eks BLBI dengan luasan mencapai 5,29 juta m² atau 5.291.200 m².
Empat bidang tanah tersebut terletak di Medan, Pekanbaru, Bogor, dan Karawaci, Tangerang.
Pemerintah juga menyita aset properti yang berada di lingkungan Lippo Karawaci dengan luasan sekitar 25 hektar.
Lebih lanjut dia mengungkap, sampai saat ini negara masih menanggung utang pokok dan beban bunga dari BLBI tahun 1998 silam.
Untuk itu pemerintah saat ini mengejar obligor dan debitur pemilik bank penerima BLBI atau debitur bank tersebut, mengingat kejadiannya sudah 22 tahun lalu.
"Jadi ini persoalan sudah lama, namun kita harus masih menanggung biaya tersebut. Dan biaya tersebut yang sekarang ini kita coba melalui satgas BLBI untuk diminimalkan atau dikurangi atau dikompensasi, caranya adalah dengan melakukan negoisasi dengan para obligor dan debitur untuk membayar kembali," pungkas Sri Mulyani
Jika obligor/debitur tidak menunjukkan niat baik dan enggan menemui Satgas BLBI, maka pemerintah akan mengumumkan nama obligor tersebut kepada publik.
Salah satu nama yang beredar di publik adalah Putra Presiden Soeharto, Tommy Soeharto.
Tommy diketahui tidak memenuhi panggilan Satgas BLBI secara tertulis dua kali.
Kali ketiga ketika pemanggilan dilakukan lewat koran, Tommy menemui Satgas BLBI diwakili oleh kuasa hukumnya.
"Oleh karena itu karena waktunya sudah sangat panjang lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, tapi mau bayar atau tidak," kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Sumber: Kontan.co.id/Kompas.com