“Para ABK asal Indonesia mengatakan bahwa mereka ingin dipulangkan ke Indonesia, bukan hanya karena kontrak yang sudah selesai namun juga karena suasana kerja yang tidak kondusif dengan peralatan kerja yang kurang memadai,” katanya.
Di tengah tekanan yang semakin tinggi dan suasana kerja yang sangat tidak kondusif, tanggal 15 Agustus 2021, 4 ABK nekat kabur dari kapal dan berenang ke pantai dengan peralatan seadanya.
Brando Brayend Tewuh, seorang ABK yang kabur dari kapal menceritakan, malam itu sekitar pukul 20.30, dirinya bersama tiga orang temannya nekat terjun dari kapal Liao Dong Yu 535 karena sudah tidak tahan dengan kondisi di kapal dan ingin pulang.
Namun demikian, setelah terombang ambing selama kurang lebih 6 jam di laut, mereka belum bisa mencapai pantai karena ombak yang besar dari arah pantai.
“Mereka kelelahan serta kedinginan,” ujar Pelaksana Fungsi Perlindungan WNI KBRI Nairobi, Fauzi Bustami.
Baca juga: Konflik di Perbatasan Somalia-Ethiopia Tewaskan Sekurangnya 100 Orang
Sekitar pukul 04.30 pagi hari tanggal 16 Agustus 2021, Brando dan dua orang rekannya berhasil diselamatkan oleh Kapal Liao Dong Yu 535.
Namun, nahas, satu orang rekannya tidak dapat ditemukan.
Menurut Dubes Hery, kasus terlantarnya 12 ABK asal Indonesia di lepas pantai Somalia semestinya menjadi pelajaran berharga bagi pihak-pihak terkait di Indonesia.
Permasalahan tersebut terjadi karena kurangnya perlindungan terhadap hak-hak pekerja, kondisi kerja di kapal yang kurang kondusif, ketidakjelasan kontrak antara para ABK dengan pemilik kapal, serta dugaan ketidakjujuran agensi atau perusahaan pengerah tenaga kerja.
“Pastikan seluruh ABK terlindungi, negara harus hadir dalam melindungi WNI dimanapun berada,” ujar Dubes Hery.