"Tapi sebelum itu risetlah dengan serius, risetlah tanpa kira-kira begitu ya. Karena memang kalau kira-kira akhirnya banyak implikasi yang kita sendiri sulit untuk memprediksi. Dan tidak boleh juga melakukan pembuatan UU tanpa riset karena kita tahu sekarang ada peraturan yang menyebutkan pembuatan UU harus berbasiskan science atau ilmu dan teknologi," kata dia.
Menurutnya perspektif kesehatan merupakan kunci untuk menyeimbangkan antara kebijakan narkotika dengan kebijakan penanganan atas pengguna narkotika secara ilegal.
Kontrol yang ketat, kata dia, harus dilakukan oleh negara tapi tidak boleh menutup kemampuan negara dalam melakukan kontrol.
"Karena UU narkotik kita sayangnya menutup kemampuan negara kita untuk mengontrol sejak awal karena dilarangnya penggunaan narkotika untuk layanan kesehatan yang akhirnya tidak perlu ada riset karena sudah dilarang duluan," kata dia.
Ia yakin Kementerian Kesehatan tidak akan langsung memberikan resep penggunaan ganja sembarangan karena memang harus dilakukan dulu ujinya.
Fransiska juga mengatakan saat ini Indonesia sudah punya banyak ahli.
"Sayangnya ahli ini tidak pernah kita gunakan karena memang tertutup kemungkinan untuk melakukan riset yang ujungnya melakukan layanan terbaik bagi masyarakat," kata dia.