News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisi XI DPR Disebut Belum Satu Suara Soal Calon Anggota BPK Meskipun Sudah Terbit Fatwa MA

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Komisi XI DPR RI.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) menyebut jelang pelaksanaan fit and proper test calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), belum ada tanda-tanda kejelasan mengenai status dua calon yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS).

Adapun kedua nama tersebut yakni Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Zacharias Soeratin.

Direktur Eksekutif Pusaka Negara Prasetyo menilai fraksi-fraksi di Komisi XI DPR RI tampaknya belum bulat, meskipun pendapat hukum (fatwa) Mahkamah Agung (MA) yang diminta sudah diterbitkan.

Prasetyo pun mengingatkan agar fraksi-fraksi di Komisi XI kembali ke jalan yang benar dalam pemilihan anggota BPK.

Fatwa MA yang notabene diminta Komisi XI seharusnya dihormati dan menjadi rujukan agar polemik bisa selesai.

“Warga negara harus tunduk pada konstitusi negara, termasuk pula Anggota DPR. Persyaratan formil yang tertuang dalam UU BPK tidak perlu ada persepsi dan interpretasi karena sudah final dan mengikat," kata Pras kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).

Baca juga: Fatwa MA, Calon Anggota BPK Tak Penuhi Syarat, DPR: Fit & Proper Test Tetap Digelar September

Pras menyebut Mahkamah Agung sendiri ketika dimintakan pendapatnya tetap tunduk pada konstitusi.

"DPD RI pun begitu. Fraksi-fraksi yang masih ngotot menukung calon bermasalah di Komisi XI seharusnya juga seperti itu, tunduk pada konstitusi,” katanya

Pernyataan Prasetyo tersebut sekaligus menanggapi apa yang disampaikan Ketua Fraksi PPP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara terkait sikapnya terhadap Fatwa MA.

Uskara menyebut bahwa Fatwa MA terkait pencalonan Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin merupakan wilayah hukum.

Menurutnya, permintaan Fatwa MA apabila sudah diserahkan jawabannya ke DPR, maka kembali lagi memasuki wilayah atau ranah politik.

Baca juga: Ini Kata Pakar Hukum Soal Tindak Lanjut Fatwa MA Terkait Seleksi Calon Anggota BPK

“Sungguh aneh, yang meminta Fatwa MA itu kan Komisi XI DPR ya? Dimaksudkan untuk jadi rujukan agar polemik perbedaan pandangan bisa selesai. Seharusnya kalau sudah keluar Fatwa ya diikuti karena memang diminta,” ujar Prasetyo.

Dia menegaskan agar UU BPK mesti diikuti dan tidak perlu diperdebatkan, apalagi ditafsir sendiri sesuai kepentingan.

Karena itu, pihaknya menyarankan agar segera diambil keputusan agar pemilihan Anggota BPK berjalan sesuai kaidah UU.

Sebelumnya, Sebelumnya, Mahkamah Agung(MA) membenarkan pihaknya telah menerbitkan fatwa terkait seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Ya benar, MA sudah menjawab permintaan pendapat hukum/fatwa hukum oleh DPR terkait seleksi calon anggota BPK," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi Tribun, Kamis(26/8/2021) malam.

Baca juga: MA Terbitkan Fatwa Soal Seleksi Calon Anggota BPK: Kandidat Dilarang Timbulkan Conflict of Interest

Fatwa tersebut sebelumnya dimintakan oleh pimpinan DPR RI pada tanggal 16 Agustus 2021 perihal Permintaan Pendapat dan Pandangan dari Komisi XI DPR RI melalui Surat Nomor PW/10177/DPR RI/VIII/2021.

Dalam surat yang diterima Tribun, Kamis (26/8/2021), fatwa MA tersebut ditandatangani Ketua MA, Prof Dr HM Syarifuddin SH MH.

Ada tiga poin terkait penyelenggaraan seleksi calon anggota BPK yang sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan(BPK).

"Berdasarkan Rapat Pimpinan Mahkamah Agung tanggal 25 Agustus 2021 disampaikan hal-hal sebagai berikut," kata Ketua MA, Syarifuddin dalam suratnya.

Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk memberikan pertimbangan hukum dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara lain.

Hal itu mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA.

Kedua, sehubungan dengan permintaan pendapat dan pandangan tentang penafsiran Pasal 13 huruf j UU tentang BPK, jika ditinjau secara legalistik-formal, Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dan dihubungkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 8 UU tentang BPK, maka Calon Anggota BPK yang pernah menjabat di lingkungan Pengelola Keuangan Negara harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 13 huruf j.

Dengan demikian, kata Ketua MA dalam surat tersebut, harus dimaknai Pasal 13 huruf j UU tentang BPK RI dimaksudkan agar calon Anggota BPK tidak menimbulkan conflict of interest pada saat ia terpilih dan melaksanakan tugas sebagai anggota BPK RI.

"Demikian pendapat hukum Mahkamah Agung, namun keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih," ujar Ketua MA Syarifuddin dalam penutup suratnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini