TRIBUNNEWS.COM - Cerita seorang pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang dirundung dan dilecehkan secara seksual oleh rekan kerjanya, viral di media sosial.
Dalam ceritanya, korban berinisial MS mengaku telah mengalami perundungan dan pelecehan sejak 2012 silam.
Ia mengatakan, sudah tak terhitung berapa kali rekan kerjanya melecehkan, memukul, memaki, dan merundungnya.
MS mengaku kesulitan untuk melawan karena hanya melawan seorang diri, sementara para terduga pelaku melakukannya secara beramai-ramai.
Dari kejadian tersebut, MS akhirnya merasakan trauma mendalam hingga melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.
Namun setelah melapor, MS justru mendapat tanggapan kurang baik yang meminta agar kejadian tersebut diselesaikan secara internal kantor.
Untuk itu, MS menulis ceritanya dengan harapan mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membantu menindaklanjuti insiden ini.
Baca juga: Komisioner KPI Sebut Para Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Masih Jadi Pegawai Aktif di KPI
Nasdem Ungkap Pentingnya Pengesahan RUU PKS
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni menyampaikan dukungannya terhadap korban.
Menurutnya, langkah cepat Bareskrim Polri dalam mengusut kasus ini diperlukan, mengingat perundungan di tempat kerja adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir.
"Dukungan penuh pada Bareskrim Polri beserta jajarannya yang langsung turun tangan mengusut kasus ini."
Baca juga: Sudah 6 Jam, Ketua KPI Pastikan Pemeriksaan Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Masih Berlangsung
"Perundungan di tempat kerja adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir, mengingat efeknya yang tentu luar biasa pada korban," kata Sahroni kepada Tribunnews.com, Kamis (2/9/2021).
Dari viralnya insiden ini, Sahroni pun menyinggung soal pentingnya memperjuangkan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) segera disahkan.
"Apa lagi kita tahu, perundungan ini sudah dialami secara bertahun-tahun dan terjadi di salah satu lembaga negara. Ini tidak bisa dibiarkan."
"Inilah kenapa kami di Nasdem getol memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) agar pelaporan-pelaporan kasus seperti ini bisa lebih efektif penindakannya," imbuhnya.
Sahroni juga menyoroti tentang pengakuan korban yang sudah mengadu ke Polsek Gambir, namun justru disuruh untuk mengadukan ke atasan dan diselesaikan oleh internal kantor.
Menurutnya, tugas polisi adalah memproses laporan yang masuk apalagi jika tindakan yang diadukan mengandung unsur pidana.
"Saya juga menyayangkan sikap polisi di Polsek Gambir yang justru tidak menganggap serius laporan korban."
"Tugas polisi adalah memproses laporan, dan jelas-jelas laporannya mengandung pidana penganiayaan," katanya.
Menurut Sahroni, kalau begini maka sangat disayangkan karena nantinya korban perundungan jadi enggan mengadu ke polisi.
Baca juga: Diduga Korban Pelecehan Seksual di KPI, Pegawai MS Tak Berniat Selesaikan Kasus secara Kekeluargaan
"Terus, kita mau membiarkan saja tindakan seperti ini terjadi? Bagaimana kalau yang dirundung anak kita sendiri? Karenanya polisi juga harus telusuri jajarannya yang dimaksud," ujarnya.
Lebih lanjut, Sahroni juga meminta agar pelaku dipecat dan dihukum seberat-beratnya, serta korban diberi bantuan perawatan untuk memulihkan mentalnya yang tertekan.
"Para pelaku harus dihukum secara tegas. Tidak dipecat saja, tapi juga dihukum sesuai dengan tindakannya. Selain itu, korban wajib mendapat perlindungan hukum dan perawatan untuk traumanya."
"Saya tegaskan, kita menolak keras perundungan di tempat kerja atau di manapun, dan negara harus berdiri bersama korban," ungkapnya.
PSI Ikut Mendesak agar RUU PKS Segera Disahkan
Senada dengan Sahroni, Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dara Nasution juga menyampaikan dukungannya kepada korban.
Bahkan, Dara menyarankan agar pemerintah dan DPR membubarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) setelah terungkapnya dugaan pelecehan seksual dan bullying yang diduga dilakukan antar pegawainya.
"Dugaan pelecehan seksual dan bullying di lembaga negara yang didanai pajak mesti ditanggapi secara serius."
"KPI harus bergerak cepat menginvestigasi kejadian ini dan membawanya ke jalur hukum apabila terbukti. Jangan cuma galak dan gercep (gerak cepat) kalau menyensor film kartun Spongebob," ujar Dara kepada Tribunnews.com, Rabu (2/9/2021).
Dara juga menyayangkan KPI yang terkesan lamban dalam memproses kasus ini.
"Dari keterangan korban, peristiwa kekerasan seksual dan bullying itu sudah terjadi dari tahun 2015 dan korban sudah mengadu kepada pimpinan di tahun 2017."
"Ini sudah tahun 2021, KPI melakukan apa saja aja selama empat tahun sehingga korban harus mencari keadilan lewat medsos? Saya kira sebaiknya lembaga ini dibubarkan saja," ujar Dara.
Dara juga mengapresiasi keberanian korban untuk bersuara dan mencari keadilan atas kekerasan yang menimpanya.
"Keberanian korban MS harus kita apresiasi. Di media sosial, banyak yang menuduh korban hanya cari perhatian dan malah membully korban karena ia laki-laki."
Baca juga: Bantah Tolak Laporan, Polisi Luruskan Perihal Pegawai KPI yang Jadi Korban Pelecehan
"Tapi, kita mesti lihat, ia sudah menempuh segala macam cara untuk mencari keadilan tapi hasilnya nihil. Bahwa korban sampai harus bersuara di media sosial adalah bukti bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia belum optimal," ujar Dara.
Ia pun menyinggung Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang dilakukan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada 2020.
Riset tersebut menunjukkan, mayoritas masalah kekerasan seksual di Indonesia berakhir tanpa kepastian.
Dara mengatakan, sebanyak 57 persen korban kekerasan seksual mengaku tak ada penyelesaian dalam kasus mereka.
Hanya 19,2 persen korban yang berhasil mengawal kasus kekerasan seksual, sehingga pelaku berakhir di penjara.
"Sisanya, antara berdamai atau dinikahkan dengan pelaku. Ini menjadi PR besar untuk penghapusan kekerasan seksual di Indonesia," tegasnya.
Oleh sebab itu, Dara kembali mengingatkan pentingnya pengesahan RUU PKS.
"Peristiwa ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, baik laki-laki dan perempuan. Di kasus KPI ini, korbannya berjenis kelamin laki-laki."
"Itulah pentingnya kita mendukung agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) segera disahkan agar semua korban punya payung hukum yang melindungi mereka," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Chaerul Umam)