News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kuasa Hukum Harap Mahkamah Konstitusi Kabulkan Permohonan Gugatan Pasal 40 Ayat 2b UU ITE

Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuasa hukum Koalisi Masyarakst Sipil Untuk Kebebasan Pers dari LBH Pers, Rizki Yudha, dalam Konferensi Pers Virtual Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kebebasan Pers yang disiarkan di kanal Youtube AJI Indonesia pada Rabu (1/9/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum pemohon permohonan uji materi pasal 40 ayat 2b Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dari LBH Pers Rizki Yudha berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pihaknya.

Pasal yang diujikan berbunyi: Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Ia mengatakan permohonan tersebut pada pokoknya merupakan  bentuk upaya menyeimbangkan kewenangan pemerintah dalam hal pemutusan akses elektronik.

Hal tesebut disampaikannya dalam Konferensi Pers Virtual Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Kebebasan Pers yang disiarkan di kanal Youtube AJI Indonesia pada Rabu (1/9/2021).

"Besar harapan kami hasil dari pengujian ini memiliki dampak positif. Dikabulkan setidaknya dari kami, dari perspektif pemohon sebagai bentuk menyeimbangkan kewenangan yang dimiliki pemerintah saat ini sebagai status quonya," kata Rizki.

Baca juga: KPK: Putusan MK Tegaskan Proses Alih Status ASN Sesuai Aturan

Rizki mengatakan permohonan tersebut sangat beralasan karena kewenangan yang dimiliki pemerintah dalam memutus akses elektronik satu di antaranya akses internet dinilai terlalu besar.

Setidaknya, kata Rizki, ada tiga hal yang membuat kewenangan pemerintah terlalu besar dalam pasal diujikan tersebut.

Pertama, kata dia, adalah terkait bagaimana kewenangan pemerintah untuk mendefinisikan sebuah informasi dan atau dokumen elektronik yang dianggap memuat konten melanggar hukum.

Hal yang menjadi permasalahan menurutnya adalah bagimana klasifikasi dan kualifikasi sebuah informasi atau dokumen elektronik itu benar melanggar hukum.

Kendatipun, lanjut Rizki, di peraturan turunnnya yakni Permenkominfo nomor 5/2020 termuat klasifikasi apa saja informasi atau dokumen elektronik yang melanggar hukum, namun menurut pihaknya klasifikasinya masih tidak jelas.

Klasifikasi yang dimaksud yakni di informasi yang kontennya meresahkan masyarakat, mengganggu ketertiban umum. 

Baca juga: Amnesty International Indonesia Sayangkan MK Tolak Uji Materi terkait Alih Status Pegawai KPK

Menurutnya peraturan turunan tersebut tidak bisa dipisahkan peraturan turunannya kendatipun yang diuji adalah UU payungnya yaitu pasal 40 ayat 2b UU ITE.

Pihaknya khawatir pasal tersebut berpotensi menciptakan penilaian yang subjektif dari pemilik kewenangan dalam mendefinisikan informasi.

Di satu sisi, lanjut diaz ada banyak pihak yang aktif memberikan kritik, di antaranya pers, yang kerap kali memberikan informasi atau fakta dan kerap kali kritik.

"Kami khawatir bahwa dengan mudahnya di penafsiran informasi melanggar hukum ini disalahgunakan ke depannya oleh oknum yang diberikan kewenangan," kata Rizki.

Kedua, kata dia, adalah terkait bagaimana proses atau teknis pemutusan yang bisa dilakukan.

Meskipun di peraturan turunannya ada peraturan teknisnya, kata dia, tapi pihaknya berpikir teknis pemutusan perlu dibingkai dalam sebuah keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

Menurutnya, kewenangan yang sangat besar harus diiringi mekanisme pengawasan, check and balances, due process of law yang tepat di antaranya melalui KTUN sebelum melakukan pemutusan.

"Karena proses teknisnya kami pikir masih belum sepenuhnya sempurna. Di pasal yang kami ujikan tidak ada teknis pemutusannya," kata dia.

Ketiga, lanjutnya, adalah terkait batasan jangkauan pemutusannya. 

Menurutnya pasal yang diujikan tidak menjelaskan batasan jangkauan pemutusan akses begitu juga dengan peraturan turunannya. 

Baca juga: KontraS Berikan Jawaban Atas Somasi Luhut Terkait Tuduhan Bermain Tambang di Papua

Berkaca dari kasus pemutusan internet di Papua dan Papua Barat, kata dia, pada persidangan 2019 Majelis Hakim dalam putusannya mengatakan pemutusan akses sebagai pembatasan HAM harus fokus pada kontennya saja.

Untuk itu ia menilai pasal yang diujikan belum terlalu ajeg membatasi pemutusan akses tersebut. 

"Untuk itu kami di sini memandang bahwa perlu untuk adanya pembatasan," kata dia.

Terkait tiga masalah tersebut, kata dia, pihahnya mengambil kesimpulan perlunya ada satu mekanisme pengawasan dengan adanya mekanisme atau ditambah kewajiban sebelum pemerintah melaksanakan pemutusan.

"Dan kewajibannya itu harus berdasarkan due process of law sebagai pertanggung jawaban kepada publik, dan memberikan kesempatan kepada banyal pihak baik dari badan peradilan, publik, atau lembaga relevan lainnya untuk bsia mengawasi yaitu dengan cara diwajibkan untuk menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara tertulis dulu baru melaksanakan pemutusan," kata dia.

Proses persidangan uji materi tersebut, kata Rizki sudah berjalan.

Ia mengatakan pihaknya menghadirkan dua orang saksi terkait kerugian konstitusional di  antaranya pemohon Arnoldus Belau sebagai Pemred Suara Papua yang sempat diputus aksesnya waktu itu.

Baca juga: Temui Wakil Presiden Maruf Amin, Mendagri Laporkan Konsep Rancangan PP Terkait Otsus Papua

Selain itu, kata dia, pihaknya juga telah menghadirkan tiga ahli dalam persidangan 

Selain itu, pihaknya juga sudah mendengarkan keterangan-keterangan dari DPR dan Pemerintah serta ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah.

"Kedepannya agendanya adalah mendengarkan keputusan terkait permohonan kami," kata dia.

Dalam permohonan tersebut pemohon pertama yakni Arnoldus Belau sebagai orang per orangan yang juga sebagai Pemred media Suara Papua dan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini