TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama LBH Jakarta yang juga menjadi bagian dari Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) Arif Maulana membeberkan sejumlah nama yang diduga kuat terkait kasus pembunuhan aktifis HAM Munir Said Tahlib.
Nama-nama yang dibeberkan Arif, kata dia, belum pernah diperiksa secara pro justicia atau diperiksa hingga kini 17 tahun berlalu sejak peristiwa meninggalnya Munir akibat racun arsenik dalam penerbangannya menuju Belanda.
Padahal, kata dia, nama-nama yang disebutkannya direkomendasikan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir agar diperiksa.
Mereka, kata Arif, di antaranya mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang menjabat saat peristiwa pembunuhan Munir yakni AM Hendropriyono.
Kemudian, kata dia, ada juga nama Vice President Corporate Security Garuda Indonesia Ramelgia Anwar
Selain itu, kata dia, ada nama agen BIN Bambang Irawan.
Bahkan, kata dia, ada dua nama yang pemeriksaannya juga terhenti yakni pramugara dan pramugari yang saat itu bertugas menyediakan makanan dan minuman kepada Munir dalam penerbangan di mana Munir tewas akibat racun arsenik.
Baca juga: Komisioner Komnas HAM Belum Satu Suara soal Unsur Pelanggaran HAM Berat Kasus Munir
Hal tersebut disampaikannya dalam Konferensi Pers 17 Tahun Kematian Munir pada Selasa (7/9/2021).
"Nama-nama itu belum pernah diperiksa secara pro justicia dan ini menjadi problem tersendiri. Kenapa orang yang kemudian sudah diduga kuat terlibat dalam kasus pembunuhan Munir tetapi belum pernah diperiksa oleh aparat kepolisian dan ini menjadi pertanyaan besar," kata Arif.
Padahal, kata Arif, aparat kepolisian sebetulnya bisa melakukan pemeriksaan kepada mereka.
"Ini mestinya ditindaklanjuti, tapi sayangnya sampai hari ini itu tidak dilakukan oleh Kepolisian," kata Arif.
Arif juga mengatakan dalam rekomendasi TPF Munir, Kapolri perlu melakukan melakukan audit terhadap proses hukum, proses penyelidikan, dan penyidikan selama ini dalam penuntasan kasus tewasnya Munir.
Ia mengatakan ada banyak persoalam terkait kapasitas, profesionalitas, integritas yang kemudian menghambat penuntasan kasus Munir.
Oleh karenanya, kata dia, pihaknya menjadi skeptis karena sampai hari ini Kepolisian juga tidak melakukan langkah-langkah konkret dalam upaya pengungkapan kasus Munir.
Bahkan, kata dia, dalam beberapa kali kesempatan kepolisan menyatakan belum ada bukti-bukti atau fakta-fakta baru.
"Bagaimana bisa mendapatkan fakta baru ketika ada nama-nama orang yang diduga menjadi pelaku, direkomendasikan Tim Pencari Fakta, tim independen yang dibentuk oleh presiden, tetapi tidak pernah diperiksa?" kata Arif.
Untuk itu menurutnya penting bagi Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan aparat kepolisian untuk mengerjakan hal tersebut.
"Saya kira ini hal-hal penting yang sebetulnya konkret bisa dilakukan oleh seorang presiden," kata dia.