TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum terduga pelaku pelecehan dan perundungan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), RT dan EO, Tegar Putuhena, membantah soal kabar kliennya memaksa korban atau MS untuk berdamai.
Tegar menyebut, kabar soal kliennya yang memaksa untuk berdamai dan mencabut laporan korban adalah dusta.
"Soal informasi yang beredar, dikatakan klien kami melakukan paksa memaksa kepada saudara MS agar berdamai."
"Saya bisa pastikan bahwa pernyataan itu adalah pernyatan dusta," kata Tegar, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Sabtu (11/9/2021).
Tegar pun menjelaskan kronologi dari pertemuan tersebut.
Menurutnya, pada Selasa (7/9/2021), MS dan ibunya datang ke KPI untuk meminta mediasi dengan terduga pelaku.
Kemudian, pihak KPI menfasilitasi MS dan terduga pelaku untuk melakukan mediasi.
"Jadi pada hari Selasa, saudara MS bersama Ibunya ke KPI, nangis-nangis, kemudian minta bantuan kepada pihak KPI untuk memediasi pertemuan dengan pihak kami dalam rangka membahas penyelesaian perkara ini sebelum masuk ke proses hukum."
"Bahasa sederhananya membahas perdamaian di antara mereka," kata Tegar.
Setelah terduga pelaku berkonsultasi, Tegar mempersilakan agar mereka melakukan mediasi.
Kemudian, lanjut Tegar, dari pertemuan tersebut, masing-masing pihak mengajukan syarat agar bisa berdamai.
Tegar membenarkan, kliennya meminta syarat agar MS mengakui jika perbuatan pelecehan dan perundungan yang dialaminya tidak pernah terjadi.
Hal itu lantaran terduga pelaku merasa nama baiknya sudah tercemar ke publik.
"Dalam pertemuan itu, masing-masing pihak mengajukan syarat, dari pihak kami itu mengajukan syarat berupa merestorasi kembali keadaan seperti semula."
"Karena nama klien kami sudah terlanjur rusak dan tercemar karena tuduhan yang belum terbukti benar adanya."
Baca juga: Kronologi Korban Pelecehan di KPI Diajak Damai dan Cabut Laporan, Berawal dari Telepon Komisioner
Baca juga: Perubahan Aturan yang Dibuat Ketua KPI Pasca Kejadian Pelecehan Seksual di KPI Pusat
"Maka syarat itu diminta yaitu saudara MS harus membuat pernyataan membantah dan mengakui peristiwa itu tidak pernah ada, saya kira wajar," kata Tegar.
Sementara, Tegar menyebut, dari pihak MS meminta syarat agar kliennya mencabut kuasa dari pengacara yang saat ini sedang membantunya.
Menurut Tegar, permintaan syarat dari MS cukup aneh lantaran pencabutan kuasa pengacara adalah hak pribadi dari masing-masing orang.
Sehingga, Tegar menegaskan, inisiatif untuk melakukan mediasi atau perdamaian bukan datang dari pihaknya, tetapi justru dari pihak MS.
"Saya kira kronologisnya begitu dan harus saya tekankan inisiatif damai bukan dari kami, justru hadir dan muncul dari saudara MS dan keluarganya sendiri."
"Dari sejak awal kami tidak menginisiasi perdamaian itu karena dalam pernyataan pers yang disampaikan saudara MS sendiri pintu damai itu sudah tetutup," tegasnya.
Kronologi Paksaan Damai dan Cabut Laporan dari Pihak MS
Sebelumnya diberitakan, Ketua Tim Kuasa Hukum korban pelecehan dan perundungan di KPI atau MS, Mehbob, membenarkan soal kliennya yang diajak berdamai dan mencabut laporan hukumnya.
Mehbob menyebut, MS dipanggil oleh KPI pada Selasa (7/9/2021) lalu.
Kala itu, MS dipanggil selama dua hari berturut-turut dan tidak boleh didampingi kuasa hukumnya dengan alasan masalah internal.
"Kami mengizinkan MS untuk menghadiri undangan KPI dan kami sudah berikan edukasi agar tidak mengambil suatu keputusan tanpa adanya koordinasi dengan kami sebagai tim hukum," kata Mehbob, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Sabtu (11/9/2021).
Baca juga: Desakan KPI Dibubarkan Mencuat setelah Korban Pelecehan Diintimidasi agar Damai dan Cabut Laporan
Kemudian, Mehbob pun menceritakan kronologi lengkap saat MS diajak untuk berdamai dan mencabut laporannya.
Awalnya, pada Selasa (7/9/2021), MS pertama kali hadir ke KPI dengan didampingi orang tuanya.
Di hari berikutnya, Rabu (8/9/2021), MS mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan BAP dan memberikan keterangan awal.
Setelah selesai, MS mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan perlindungan atas dirinya.
Kemudian, setelah selesai dari LPSK, tiba-tiba MS mendapat telepon dari salah satu Komisioner KPI yang memintanya untuk segera datang ke kantor.
"Setelah selesai dari LPSK, dalam perjalanan pulang, salah satu Komisioner KPI menghubungi MS agar secepatnya datang ke KPI."
"Kemudian MS langsung meluncur kesana sendirian," kata Mehbob.
Sesampainya di KPI, MS diminta masuk ke suatu ruangan.
Namun, di ruangan tersebut tidak ada anggota Komisioner KPI yang menghubunginya untuk segera datang.
Di ruangan tersebut justru terdapat terduga pelaku yang melakukan pelecehan kepadanya dan beberapa staf KPI.
Kemudian, lanjut Mehbob, di ruang itu MS diajak berdamai dengan mencabut laporan hukum atas kasus pelecehan dan perundungan yang dialaminya.
"Disitu hanya ada terlapor dan beberapa staf dari KPI, kemudian terlapor sudah menyodorkan perdamian yang mana isinya sangat sepihak."
"Seolah-olah kejadian itu tidak ada dan MS harus mencabut laporan termasuk MS mengklarifikasi di media masa," kata Mehbob.
Baca juga: Diundang ke Kantor KPI, Korban Pelecehan Mengaku Diminta Teken Surat Damai
Merasa diajak damai secara sepihak, MS pun kaget dan langsung keluar dari ruangan.
"Itu yang MS kaget dan syok hingga tidak mau menandatangani itu, kemudian meninggalkan ruangan," ujar Mehbob.
Mehbob pun menegaskan, kliennya tidak akan pernah mencabut laporan dan berusaha semaksimal mungkin agar kasusnya dapat berlanjut ke pengadilan.
"Klien kami sampai sekarang tidak pernah mencabut laporan dan proses ini akan kami tindaklanjuti agar sampai ke meja hijau," tegas Mehbob.
(Tribunnews.com/Maliana)