News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pelecehan dan Bullying di Kantor

Kuasa Hukum MS: Kami Selalu Dipanggil ke Media, tapi Hingga Kini Pimpinan KPI Tidak Mau Menemui

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Kuasa Hukum MS, Rony E Hutahaean saat ditemui awak media di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (6/9/2021).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota kuasa hukum MS, Rony E Hutahaean mengatakan, hingga kini pihaknya belum juga bertemu dengan para pimpinan KPI untuk membahas terkait perkara dugaan pelecehan seksual yang dialami kliennya di lingkungan kerja KPI.

Padahal kata Rony, keduanya kerap kali diundang dalam program bincang di media, namun, pihak dari KPI enggan untuk berdialog bersama.

"Karena begini sampai sekarang pihak pimpinan KPI pun tidak mau bertemu dengan kami dengan catatan beberapa kali kami tampil di media dan pihak KPI tidak mau menyampaikan atau bertemu atau berdialog untuk duduk bersama," ucap Rony saat dikonfirmasi wartawan, dikutip Minggu (12/9/2021).

Baca juga: Muncul Desakan KPI Dibubarkan, PSI: Sudah Tidak Ada Gunanya, Sebaiknya Bubar Saja

Terlebih saat ini muncul persoalan baru yang juga dirinya duga ada keterlibatan dari para pihak atau komisioner KPI.

Persoalan yang dimaksud yakni, adanya rencana perdamaian antara pihak terduga pelaku dan terduga korban yang pertemuannya berlangsung di kantor KPI Pusat.

Hanya saja kata dia, dalam pertemuan itu hanya dihadiri oleh MS dan para terduga pelaku tanpa pendampingan kuasa hukum yang dinilai ada keterlibatan pihak KPI.

Baca juga: Ernest Prakasa Blokir Nomor Ketua KPI karena Geram soal Kasus Pelecehan: Saya Sudah Tidak Percaya

"Kami berharap kepada pimpinan KPI, kami belum tau apakah ini difasilitasi pimpinan KPI atau tidak, tapi yang pasti kami berharap seperti komitmen pimpinan KPI untuk mengawal dan mendampingi korban sampai mendapatkan keadilan bagaimana proses keadilan yang didapatkan nantinya," kata Rony.

Atas dasar itu pihaknya berharap dapat segera bertemu dengan para pimpinan KPI untuk dapat melakukan pembahasan tersebut.

Upaya yang akan dilakukan pihak kuasa hukum MS yakni dengan melibatkan beberapa lembaga untuk dapat memfasilitasi pertemuan itu.

"Mudah-mudahan bisa difasilitasi oleh Komnas HAM dan LPSK agar KPI bisa dipanggil untuk mendapatkan keterangan yang benar. Kalau kami sendiri yang ke sana (kantor KPI) kami khawatir tidak dapat diterima karena sudah beredar di media," bebernya.

KPI Fasilitasi Pertemuan Terduga Pelaku dengan MS

Anggota kuasa hukum MS, Rony E. Hutahaean mengatakan, pertemuan kliennya dengan terduga terlapor di Kantor KPI difasilitasi oleh pihak instansi.

Hal itu didasarkan pada tempat pertemuan kelima terlapor dengan MS yang terjadi di kantor KPI.

"Ya sudah pasti (difasilitasi), karena kan (bertempat di) kantor KPI," kata Rony saat dihubungi wartawan, Jumat (10/9/2021).

Baca juga: Mahfud MD Imbau Aparat Terus Matangkan Rencana Pengamanan PON XX dan Peparnas XVI di Papua

Diketahui, MS telah melakukan pertemuan dengan kelima terduga pelaku tanpa didampingi kuasa hukum.

Pada pertemuan itu, kata Rony, terdapat rencana untuk kedua pihak melakukan perdamaian dengan persyaratan MS dapat mencabut laporannya.

"Setelah saya konfirmasi dengan klien kami bahwa rencana perdamaian yang ditawarkan kelima terduga pelaku itu adalah benar adanya dan itu adalah dilakuan pertemuan pada hari Selasa dan hari Rabu di kantor KPI Pusat," ucapnya.

Baca juga: Berawal dari Telepon Komisioner, Korban Pelecehan di KPI Diminta Cabut Laporan dan Diajak Berdamai

"Berdasarkan keterangan klien kami bahwa kelima terduga pelaku menawarkan perjanjian perdamaian di atas kertas dengan berbagai syarat. Salah satunya adalah klien kami disodorkan untuk mencabut surat laporan polisi di Polres Jakarta Pusat agar tidak dilanjutkan," sambung Rony.

Pada poin persyaratan selanjutnya kata Rony, MS diminta agar mengakui atau menyampaikan kepada media bahwa perundungan dan pelecehan seksual itu tidak pernah terjadi.

"Atau kata lain bahwa dia harus meminta maaf kepada khalayak banyak bahwa dia tidak mengalami seperti apa yang diuraikan di dalam press releasenya dia," ucapnya.

Hanya saja dirinya kehabisan akal dengan langkah tersebut, karena tidak melibatkan pihaknya dalam hal ini kuasa hukum.

Padahal kata Rony, kasus terkait dengan dugaan pelecehan seksual di KPI Pusat telah masuk dan diproses secara hukum.

"Kalau pun nanti ada penawaran yang disampaikan oleh kelima terduga pelaku sampaikanlah kepada Polres Jakarta Pusat karena ini adalah masuk proses penyelidikan di Jakarta Pusat agar polres Jakarta Pusat sendiri yang memberikan keputusan atas perkara ini," bebernya.

Dengan adanya pertemuan ini, berdasarkan keterangan MS, ada keterlibatan dari Komisioner KPI.

Hanya saja dia enggan menyebutkan siapa nama komisioner yang dalam artian memfasilitasi pertemuan MS dengan kelima terlapor itu tanpa kuasa hukum.

"Ada menurutnya (Komisioner) ada yang memfasilitasi tapi kami tidak bisa menyebutkan namanya," tukasnya.

Sebelumnya, Ketua Tim Kuasa Hukum MS, Mehbob mengungkapkan pertemuan itu diinisiasi oleh pihak komisioner KPI. Dia mengatakan, salah satu komisioner KPI menelepon kliennya dan meminta untuk datang ke kantor KPI tanpa didampingi pengacara.

"Klien kami ditelepon oleh komisioner ditunggu di KPI. Tiba-tiba tanpa adanya komisioner di sana, mungkin itu sudah skenario mereka, tiba-tiba sudah ada surat perdamaian. Dia disuruh tanda tangan," kata Mehbob kepada Tribunnews.com, Jumat (10/9/2021).

Meski Mehbob tak menyebutkan siapa nama Komisioner KPI itu, pada saat MS menghadiri pertemuan dengan terlapor, orang tersebut tak ada dalam pertemuan itu. Hanya ada salah satu pejabat KPI yang tergabung dalam tim investigasi internal dan sejumlah terduga pelaku pelecehan seksual terhadap MS.

"Orang yang mengaku Komisioner KPI yang menelepon MS rupanya tak hadir dalam pertemuan itu. Hanya ada tim internal dan beberapa orang terlapor," tutur Mehbob.

Saat pertemuan itu berlangsung, MS menolak menandatangani surat perdamaian itu. Sebelumnya, Mehbob sudah melakukan pengarahan kepada MS agar menolak semua tawaran damai yang dilakukan oleh pihak terlapor.

"Dia menolak karena sudah mendapat arahan dari kami. Termasuk disuruh teken surat perdamain dan pencabutan pelaporan," kata Mehbob.

Surat perdamaian tidak adil

Mehbob mengatakan, surat perdamaian yang dibuat itu memuat poin yang sangat tidak adil bagi MS. Salah satunya yakni MS harus mengakui bahwa perbuatan pelecehan seksual itu tidak pernah ada padahal kejadian itu nyata menurut MS.

"Sangat berat sebelah sekali. Seolah perbuatan itu tidak ada. Jelas tidak adil," kata Mehbob.

Dia menambahkan, saat ini kliennya masih mengalami kelelahan secara psikis karena terus mendapatkan intimidasi dari pihak terlapor. Namun pihaknya memastikan tim kuasa hukum terus berupaya meyakinkan MS agar tetap melanjutkan upaya hukum yang sedang berjalan.

"Kami sudah berkomunikasi dengan MS agar melanjutkan proses hukum ini. Memang klien kami mengalami trauma psikis dan kelelahan selama proses pemeriksaan sampai ada upaya intimidasi dari pihak-pihak yang diduga terlapor," tandas Mehbob.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini