News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Indeks 98 Nilai Langkah Moeldoko Polisikan Peneliti ICW Tak Akan Cederai Iklim Demokrasi

Penulis: Reza Deni
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko resmi melaporkan dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dan Miftah kepada Bareskrim Polri pada hari ini, Jumat (10/9/2021).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indeks 98 Wahab Talaohu, menyoroti soal perseteruan antara Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait keterlibatan Moeldoko dalam isu obat Ivermectin dan ekspor beras.

Diketahui, Moeldoko telah melaporkan dua peneliti ICW Egi Primayogha dan Miftah ke Bareskrim Polri dengan sangkaan pasal 5 ayat 3 Jo 27 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE, juga pasal 310 KUHP dan/atau pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Baca juga: Pakar Hukum Tanggapi Langkah Moeldoko yang Laporkan 2 Peneliti ICW ke Bareskrim

Menurut Wahab, upaya Moeldoko tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku dan tidak sedikit pun mencederai semangat demokrasi.

“Justru yang dilakukan Moeldoko adalah langkah hukum demi menghormati iklim demokrasi. Tujuannya tentu saja mencari kebenaran dan demi menjaga harkat dan martabat dirinya dan keluarga yang telah dizolimi oleh peneliti ICW," ujar Wahab kepada wartawan, Senin (13/9/2021).

Wahab menambahkan, laporan polisi tersebut tidak datang tiba-tiba, tetapi telah melalui prosedur yang benar.

Baca juga: Sosok Iti Jayabaya, Bupati Lebak Bubarkan Acara Demokrat Kubu Moeldoko, Pernah Ancam Kirim Santet

Pihak Moeldoko sendiri telah melayangkan tiga kali somasi, tetapi ICW masih terus mengelak dan tidak mampu membuktikan tuduhannya.

“ICW selalu berdalil bahwa yang dilakukan adalah demi mitigasi potensi KKN di tengah pandemi Covid-19. Namun yang mereka lakukan justru terbalik. ICW justru membuat tuduhan dan pencemaran nama baik. Sejak awal ICW tidak punya niat baik. Sudah tiga kali somasi dilayangkan oleh Pak Moeldoko demi melakukan klarifikasi," kata Wahab.

"Namun tiga kali pula ICW tidak mampu membuktikan tuduhannya tersebut, tidak mau mengakui kekeliruan dan minta maaf. Maka kalu sudah begitu, jalan satu-satunya adalah pengadilan,” ujarnya

Maka itulah, Wahab meminta ICW menghormati Langkah hukum yang ditempuh oleh Moeldoko.

Dia juga menyarankan ICW jangan terus memanipulasi informasi dan menggiring opini publik, seakan-akan ICW dizolimi.


“Justru ICW yang sudah menzolimi Moeldoko dan keluarganya. Karena tidak mau bertanggung jawab atas tuduhan-tuduhan yang dibuat kepada Pak Moeldoko," pungkasnya Wahab.

Adapun ICW sendiri diketahui juga menghormati langkah Moeldoko yang memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat, khususnya dari ICW.

ICW berharap Moeldoko memahami posisi pejabat publik yang memiliki tanggungjawab dan oleh karena itu, akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat luas karena wewenang besar yang dimilikinya.

"Pengawasan itu berguna agar pejabat publik tidak mudah memanfaatkan wewenang, jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat publik," kata tim kuasa hukum ICW Muhammad Isnur menanggapi pelaporan oleh Moeldoko ke polisi, Jumat (10/9/2021).

Isnur menjelaskan, kajian ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik, yakni KSP Moeldoko dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin ditujukan untuk memitigasi potensi korupsi, kolusi, maupun nepotisme di tengah situasi pandemi COVID-19.

Menurut dia, jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini lantas kembali memaparkan dua hal yang menjadi pokok persoalan selama ini.

Pertama, disebutkannya, KSP Moeldoko beranggapan ICW telah menuduh yang bersangkutan mendapatkan untung dalam peredaran Ivermectin.

"Menurut kami, KSP Moeldoko terlalu jauh dalam menafsirkan kajian tersebut," kata Isnur.

Sebab, dalam siaran pers yang ICW unggah melalui website lembaga maupun penyampaian lisan peneliti ICW, tidak ada satu pun kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Moeldoko.

ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata “indikasi” dan “dugaan”.

"Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," ujar Isnur.

Kedua, terkait pernyataan peneliti ICW terkait dengan kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.

"Kami sudah sampaikan bahwa terdapat kekeliruan penyampaian informasi secara lisan," kata Isnur.

Sebab, dijelaskannya, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers.

"Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu," imbuhnya.

Berkaitan dengan permintaan maaf ICW itu, Isnur menegaskan bahwa hal tersebut disampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara keseluruhan peredaran Ivermectin.

Atas langkah hukum pelaporan ke Bareskrim yang dilakukan oleh KSP Moeldoko, ICW telah didampingi sejumlah kuasa hukum.

"Maka dari itu, untuk selanjutnya, pihak kuasa hukum akan mendampingi terlapor guna menghadapi setiap tahapan di Bareskrim Polri," kata Isnur.

ICW berharap agar pelaporan yang dilakukan KSP Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik.

"Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian bagi masyarakat luas," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini