TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar mengenai utang Indonesia yang terus meroket, kembali menghangat seiring dengan disampaikannya laporan Bank Indonesia, yang menyebutkan bahwa posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia sampai dengan akhir Juli 2021 sebesar 415,7 miliar dollar AS atau setara Rp 5.994,51 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS) atau tumbuh 1,7 persen (yoy).
Hal ini mendapatkan tanggapan dari anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menegaskan bahwa dalam kondisi pandemi dan krisis yang tidak hanya dialami oleh Indonesia, jangan sampai negara makin buruk karena utang.
"Jangan sampai kondisi negara diperburuk dengan kondisi utang yang pasti akan menjadi beban baik jangka pendek maupun jangka panjang," kata Anis dalam keterangannya, Jumat (17/9/2021).
Baca juga: Utang Luar Negeri Dekati Rp 6 Ribu Triliun, Komisi XI: Kelola dengan Bijak, Jangan Ugal-Ugalan
Lebih lanjut, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyampaikan saran sebagai strategi yang perlu segera diambil oleh pemerintah.
Pertama, Anis menyarankan agar koordinasi Pemerintah dengan Bank Indonesia diperkuat untuk memantau perkembangan dan memastikan ULN tetap sehat.
Kedua, sangat penting untuk memegang komitmen kehati-hatian tingkat tinggi dalam mengelola ULN.
Ketiga, skala prioritas dan akuntabilitas adalah harga mati.
Keempat, jangan mudah mengambil jalan pintas dengan menambah utang baru.
Baca juga: Utang Luar Negeri RI Nyaris Tembus Rp 6 Ribu Triliun, DPR: Hati-Hati, Kemiskinan Bisa Melonjak
Artinya optimalkan pengelolaan utang yang sudah ada. Selanjutnya, jangan memaksakan menggunakan utang atau menambah utang untuk proyek yang tidak penting di tengah pandemi yang belum juga selesai. Salah satu proyek yang disorotinya adalah proyek IKN.
“Tunda atau kalau perlu hentikan semua proyek tidak penting,” tegas Anis.
Politisi senior PKS ini juga mengingatkan pemerintah agar melakukan pengelolaan utang dengan bijaksana dan benar.
“Jangan ugal-ugalan,” imbuhnya.
Baca juga: Utang Luar Negeri Indonesia Nyaris Tembus Rp 6.000 Triliun
ULN harus dioptimalkan pengelolaannya dengan meminimalisir risiko yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian baik untuk saat ini maupun masa mendatang.
Anis tidak memungkiri bahwa tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan PDB serta penerimaan negara, memang banyak memunculkan kekhawatiran.
“Akan menjadi beban berat di masa mendatang,” tuturnya.
“Artinya Pemerintah memang harus sangat serius dalam mengelola utang yang sudah ada, bukan dengan terus menambah utang,” pungkas Anis.