TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin sebagai tersangka.
Azis Syamsuddin ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus suap terkait penanganan perkara yang menjeratnya di Kabupaten Lampung Tengah.
Azis diduga menyuap mantan penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain untuk menghentikan perkaranya di Lampung Tengah tersebut.
Baca juga: Tersangka Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tadi Malam Langsung Dijebloskan ke Rutan Polres Jaksel
Kasus Azis ini pun menambah sejarah jajaran pimpinan DPR yang tersandung korupsi dan resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Masih publik ingat pada tahun 2017, Ketua DPR RI periode 2014-2019 Setya Novanto ditetapkan jadi tersangka dugaan korupsi E-KTP.
Setya Novanto saat itu juga merupakan petinggi Partai Golkar, sama halnya dengan Azis.
Selain itu, pimpinan DPR yang terjegal KPK ada Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 Taufik Kurniawan.
Berikut Tribunnews rangkum tiga pimpinan DPR yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, antara lain:
1. Setya Novanto
Bulan Juli 2017, KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (E-KTP).
Ketua KPK pada saat itu, Agus Rahardjo menyebut Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan.
"KPK menetapkan saudara SN anggota DPR periode 2009-2014 sebagai tersangka," ujar Agus, Senin (17/7/2021) dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Pengamat: Anggota Komisi I DPR Gagal Paham Soal Bakamla
Agus mengatakan atas dugaan itu, Novanto mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.
Namun dalam perjalan, Novanto sempat lolos dari status tersangkanya tersebut karena ia menang dalam sidang praperadilan terhadap KPK.
Akhirnya, di bulan Oktober- November 2017, KPK kembali menetapkan Novanto jadi tersangka.
"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Jumat (10/11/2017).
Hingga akhirnya pada 24 April 2018, Novanto divonis hukuman 15 tahun penjara.
Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 500 Juta, subsider 3 bulan kurungan.
Setya Novanto diketahui juga menuai banyak kontroversi, seperti kasus 'Papa Minta Saham' hingga insiden 'Tiang Listrik'.
2. Taufik Kurniawan
Menjelang akhir tahun 2018, KPK kembali menahan pimpinan DPR, yakni Wakil Ketua DPR RI Fraksi PAN Taufik Kurniawan.
Taufik Kurniawan diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan perolehan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada perubahan APBN Tahun Anggaran 2016, untuk Kabupaten Kebumen dan Purbalingga.
Dalam kasus itu, KPK juga menetapkan Ketua DPRD Kab Kebumen Cipto Waluyo sebagai tersangka.
Pada 15 Juli 2019, Taufik berakhir divonis hukuman penjara 6 tahun.
Selain hukuman badan, Taufik Kurniawan juga dijatuhi hukuman berupa membayar denda sebesar Rp 200 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan selama 4 bulan.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," demikian amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Antonius Widjantono, melansir Tribunnews.com.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan terdakwa terbukti menerima fee dengan total Rp 4,85 miliar itu.
3. Azis Syamsuddin
Terakhir, KPK menetapkan Wakil Ketua DPR RI Fraksi Golkar sebagai tersangka dugaan kasus suap terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.
Tak sendirian, kasus itu juga menyeret nama Aliza Gunado, kader Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).
"Saudara AZ Wakil Ketua DPR RI periode 2019-2024 sebagai tersangka, terkait dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh KPK di Lampung Tengah," ucap Ketua KPK Firli dalam konferensi pers, Sabtu (25/9//2021).
Baca juga: Upaya Jemput Paksa Atas Azis Syamsuddin Dilakukanuntuk Klarifikasi Alasan Dia Jalani Isoman
Firli pun menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Azis Syamsuddin.
"Pada sekitar Agustus 2020, AZ menghubungi SRP (Stepanus Robin Pattuju) dan meminta tolong mengurus kasus yang melibatkan AZ dan AG (Aliza Gunado) yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh KPK," ungkap Firli, melansir Tribunnews.com.
Selanjutnya, lanjut Firli, Robin menghubungi Maskur Husain untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut.
Setelah itu, Maskur Husain menyampaikan pada Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp2 miliar.
Robin juga menyampaikan langsung kepada Azis Syamsuddin terkait permintaan uang Rp2 miliar itu dan kemudian disetujui oleh Azis.
"Setelah itu MH (Maskur Husain) diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp300 juta kepada AZ," jelas Firli.
Untuk teknis pemberian uang dari Azis Syamsuddin, beber Firli, dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan rekening bank milik Maskur Husain.
Baca juga: MKD DPR Akui Cukup Terkejut Azis Syamsuddin Dijemput Langsung KPK: Ini di Luar Dugaan Kami
Selanjutnya, Robin menyerahkan nomor rekening bank dimaksud kepada Azis.
"Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, AZ dengan menggunakan rekening bank atas nama pribadinya diduga mengirimkan uang sejumlah Rp200 juta ke rekening bank MH secara bertahap," kata Firli.
Masih di bulan Agustus 2020, sambung Firli, Robin juga diduga datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap yang diberikan oleh Azis, yaitu 100.000 dolar AS, 17.600 dolar Singapura, dan 140.500 dolar Singapura.
Uang-uang dalam bentuk mata uang asing itu, kata Firli, kemudian ditukarkan oleh Robin dan Maskur ke money changer untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain.
"Sebagaimana komitmen awal pemberian uang dari AZ kepada SRP dan MH sebesar Rp4 miliar, yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp3,1 miliar," jelas Firli.
Atas perbuatannya tersebut, Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Ilham Rian/Fransiskus Adhiyuda/Theresia)(Kompas.com/Abba Gabrillin/Robertus Belarminus)