"Saya bilang, 'Terima kasih', tetapi justru saya gas karena ini adalah benar-benar berbahaya, dan benar-benar saya diganti," tambahnya.
Kendati demikian, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kala itu, tak mengambil pusing soal pernyataan Gatot tersebut.
Menurutnya, sah-sah saja Gatot berpendapat pemberhentian dirinya dari Panglima TNI karena pemutaran film G30S.
Tetapi, ia mengingatkan apa yang disampaikan Gatot adalah pendapat subyektif mantan Panglima TNI itu sendiri.
"Tentang pencopotannya, itu pendapat subyektif. Karena itu penilaian subyektif, ya boleh-boleh saja, sejauh itu perasaan," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).
Namun, tegas Moeldoko, pernyataan Gatot itu belum tentu sesuai pemikiran Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Komisi II Sebut Penjabat Kepala Daerah dari TNI-Polri Bisa Ditempatkan di Wilayah Rawan
Baca juga: Survei Indikator: Tingkat Kepercayaan Masyararakat Terhadap TNI-Polri Lebih Tinggi Dibanding KPK
Dinilai Layak Nyapres
Dilansir Tribunnews, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, menilai Gatot Nurmantyo layak dicalonkan sebagai presiden pada Pemilu 2024 mendatang.
Selain Gatot, Jamiluddin juga menilai Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Andika Perkasa, layak maju nyapres,
Menurut Jamiluddin, alasan mengapa Gatot dinilai layak nyapres adalah karena ia masih menjadi tokoh TNI yang disegani.
Kendati demikian, elektabilitas Gatot yang masih rendah dan tak ada partai politik yang mengusung, menjadikan nilai tawarnya untuk menjadi capres semakin rendah.
"KAMI, organisasi yang menaunginya, tampaknya belum cukup kuat untuk menaikkan elektabilitasnya."
"Koalisi oposisi non-partai yang coba dibangun, juga tak cukup untuk meningkatkan bargaining politik Gatot untuk nyapres," terang Jamiluddin pada Minggu (23/5/2021) lalu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Gita Irawan, TribunnewsWiki/Ami Heppy, Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo)