"Agar orang-orang yang ditempatkan itu benar-benar yang netral, tidak berpihak kepada siapapun nanti yang ikut dalam kontestasi politik.
Karena itu juga berbahaya kalau misalnya yang ditempatkan itu posisinya tidak netral dan kemudian berpihak pada suatu kekuatan politik tertentu," kata Doli.
Direktur Eksekutif Lingkar Mardani Ray Rangkuti mengatakan wacana penunjukkan TNI-Polri sebagai Pj kepala daerah harus disikapi serius karena dapat semakin merosotkan penilaian demokrasi di tengah melemahnya indeks demokrasi Indonesia.
Uniknya, kata dia, poin kemerosotan tersebut malah disumbang oleh Kemendagri yang sejatinya merupakan pengawal demokrasi di lingkaran pemerintah.
"Bahwa pernah dilakukan pada tahun 2018 tidak dengan sendirinya menjadi dasar diberlakukannya hal yang sama.
Sebab, pokok soalnya bukan soal sudah pernah atau tidak, tapi soal desain sistem demokrasi kita. Pelibatan perwira TNI/polisi dalam pemerintahan juga sudah lazim di era orde baru yang kemudian direvisi sejak era reformasi," kata Ray.
Dia menyebut Mendagri sendiri tak dapat secara bebas menunjuk perwira TNI-Polri menjadi Pj kepala daerah walau secara aturan tak melarang, seperti dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Karenanya, Ray menegaskan dasar penunjukkan perwira TNI-Polri bukan sekedar boleh atau tidak boleh oleh UU, tapi harus didasarkan juga atas desain sistem demokrasi Indonesia dan apakah penempatan mereka adalah bagian dari tujuan desain sistem demokrasi yang lebih baik, partisipatif, terbuka, professional dan madani.
Ray menegaskan akan lebih baik penunjukkan yang bersifat administrasi diserahkan kepada sipil, sementara keamanan kepada polisi, dan pertahanan kepada TNI karena pelompatan kewenangan seperti di era orde baru bertentangan dengan prinsip pengelolaan dan desain setiap kewenangan lembaga negara era reformasi yang diharapkan.
"TNI dan tentu saja Polri yang professional merupakan salah satu poin penting dari amanah reformasi.
Jadi, cara baca Kemendagri dalam mengelola hubungan institusi lembaga negara dengan sekedar berdasarkan boleh tidaknya dalam UU tidak mencerminkan salah satu filosofi penting Kemendagri yakni mewadahi dan mendorong proses demokrasi di tingkat lokal dan nasional," ucap Ray.
"Oleh karena itu, rencana penunjukan perwira TNI-Polri untuk menjadi Pj kepala daerah sudah semestinya untuk ditinjau ulang dan semestinya tidak dilaksanakan," katanya.
Berbeda, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai sebaiknya pemerintah memperpanjang masa jabatan 271 kepala daerah daripada menunjuk 271 Pj kepala daerah.
Belum lagi mereka tidak dapat mengambil keputusan strategis.