TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum PEPABRI, Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, turut menanggapi pernyataan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang menyebut ada penyusupan komunis ditubuh TNI.
Agum menegaskan ia tidak setuju dengan pernyataan Gatot tersebut.
Pasalnya menurut Agum, bagi TNI, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas, memiliki suatu pedoman yakni Sapta Marga.
Diketahui dalam butir pertama berbunyi 'Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.'
Baca juga: Gatot Nurmantyo Dituding Jualan Isu Komunis Menjelang 30 September
Kemudian marga kedua berbunyi 'Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.'
"Tidak setuju sama sekali, karena TNI yang masih aktif ataupun yang sudah purna tugas, purnawirawan, pedomannya satu, Sapta Marga," kata Agum dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (29/9/2021).
Sehingga menurut Agum, jika ada kekuatan radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, maka itu adalah musuh negara.
Agum juga menekankan, tidak mungkin TNI akan bisa lengah hingga disusupi seperti yang dikatakan Gatot.
Baca juga: Peryataan Gatot Nurmantyo Soal PKI Menyusup di Tubuh TNI Dinilai Terlalu Gegabah
Bahkan, Agum menyebut Gatot Nurmantyo terlalu terburu-buru.
"Jadi kalau ada kekuatan dari manapun datangnya itu, radikal yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila, itu adalah musuh negara."
"Tidak mungkin anggota TNI akan termakan oleh susupan seperti ini. Saudara Gatot Nurmantyo terlalu gopoh (terburu-buru)" ungkap Agum.
Lebih lanjut, Agum menyarankan Gatot untuk mengklarifikasi dugaannya kepada juniornya, Letjen Dudung Abdurachman, secara langsung terkait masalah pembongkaran tiga patung diorama di Markas Kostrad.
Agar Gatot tidak mengundang kegaduhan dengan membuat pernyataan yang bombastis.
Baca juga: Ray Rangkuti Duga Ada 2 Target yang Disasar Gatot Nurmantyo Saat Mainkan Isu Komunis, Apa Saja?
"Kalau memang situasinya seperti itu, sebagai senior dia bisa menanyakan klarifikasi kepada juniornya kepada Dudung Abdulrahman itu. Minta klarifikasi."