Kawasan Halim Perdanakusuma dicurigai sebagai markas para pimpinan G30S yang berkoordinasi di beberapa titik.
Pasukan pemerintah menemukan lokasi Jenazah para perwira di lubang sumur tua pada tanggal 2 Oktober 1965, atas petunjuk Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan PKI.
Di atas sumur tersebut ditanami pohon pisang.
Lokasi penemuan jenazah berada di Lubang Buaya, Jakarta Timur, tak jauh dari Halim Perdanakusuma.
Pada tanggal 4 Oktober dilakukan pengangkatan Jenazah tersebut.
Mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta pada 5 Oktober 1965.
Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
Upaya penumpasan terus dilakukan, rakyat Indonesia turut membantu dan mendukung penumpasan tersebut.
Demonstrasi anti-PKI berlangsung di Jakarta.
Operasi penumpasan berlanjut dengan menangkap orang-orang yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa itu.
Baca juga: Sejarah G30S 1965: Penculikan Brigjen DI Pandjaitan, Dipukul dan Ditembak Mati di Halaman Rumah
Fakta Sejarah Peristiwa G30S
Menurut buku Dalih Pembunuhan Massal yang ditulis oleh John Roosa, tentang peristiwa G30S, disebutkan pimpinan Gerakan 30 September adalah afiliasi dari PKI dan beberapa kalangan militer.
Pimpinan G-30-S terdiri dari lima orang.
Tiga orang perwira militer yaitu Letkol Untung dari pasukan kawal kepresidenan, Kolonel Abdul Latief dari garnisun Angkatan Darat Jakarta (Kodam Jaya), dan Mayor Soejono dari penjaga pangkalan udara Halim.
Dua orang sipil yaitu Sjam dan Pono, dari organisasi klandestin, Biro Chusus PKI, yang dipimpin oleh ketua Partai Komunis Indonesia, D.N. Aidit
Perlu diketahui, gerakan ini tidak memiliki arah komando yang jelas, sehingga dari kelima pimpinan tersebut sulit untuk diketahui satu orang sebagai pemimpin utama.
Mereka bersembunyi di kawasan Halim dan beberapa kali berpindah tempat selama proses pemberontakan berlangsung.
Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta pada 9 Oktober 1965.
Sementara, Letkol Untung yang disebut sebagai pemimpin Dewan Revolusi berhasil ditangkap di Tegal ketika ingin melarikan diri ke Jawa Tengah pada 11 Oktober 1965.
Selain itu para petinggi PKI seperti D.N Aidit, Sudisman, Sjam dll juga ditangkap oleh TNI pada 22 November 1965.
Selanjutnya, beberapa tokoh PKI dibawa kehadapan sidang Mahkamah Luar Biasa (Mahmilub) pada 14 Februari 1966.
Desakan rakyat semakin ramai menuntut agar PKI dibubarkan.
Puncaknya, saat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).
Surat perintah tersebut berisi instruksi Presiden Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam mengawal jalannya pemerintahan.
Soeharto langsung mengeluarkan larangan terhadap PKI dan ormas-ormas dibawahnya.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Film Pengkhianatan G30S/PKI