TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, memberi komentarnya soal polemik kekuasaan Partai Demokrat antara kubu Moeldoko dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Seperti diketahui, kubu Moeldoko terus berupaya mengambil alih Partai Demokrat.
Mereka kini menggandeng advokat Yusril Ihza Mahendra untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat tahun 2020.
Mahfud menyampaikan perseteruan antara kedua kubu tersebut tak ada gunanya.
Ia menilai dari sisi hukum, gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko tak akan berujung pada pengalihan kekuasaan Demokrat yang sekarang.
Baca juga: Ini Tanggapan Yusril Disebut Andi Arief Minta Bayaran Rp 100 Miliar
Meskipun nantinya Yusril sebagai kuasa hukum kubu Moeldoko memenangkan judicial review itu, kata Mahfud, sususan pimpinan Demokrat saat ini tak akan berubah.
Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam Diskusi Publik bertajuk Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah, dan Kampung Halaman yang dipandu Didik J Rachbini di Twitter @djrachbini pada Rabu (29/9/2021).
"Tapi begini ya kalau secara hukum, gugatan Yusril ini tidak akan ada gunanya, Pak Didik."
"Karena kalaupun dia menang, tidak akan menjatuhkan (pengurus) Demokrat yang sekarang," kata Mahfud, seperti diberitakan Tribunnews.com.
Selain itu, menurut Mahfud, seharusnya kubu Moeldoko tidak menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Pemerintah Usul Pemilu 2024 Digelar 15 Mei, Demokrat: Akan Beririsan dengan Tahapan Pilkada
Melainkan, menggugat SK pengesahan Menteri melalui PTUN.
Dikatakannya, MA tak punya wewenang untuk membatalkan AD/ART sebuah partai.
"Kalau mau dibatalkan salahkan menterinya yang mengesahkan. Artinya SK menterinya itu yang diperbaiki, kan begitu, bukan AD/ART-nya. "
"Sehingga sebenarnya pertengkaran ini tidak ada gunanya. Apapun putusan MA ya tetap AHY, SBY, Ibas semua itu tetap berkuasa di situ, pemilu tahun 2024," kata Mahfud.
Diketahui sebelumnya, Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan bahwa kantor hukum mereka IHZA&IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.
Judicial Review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020.
Oleh karena AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan belaku setelah disahkan Menkumham, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat Menteri Hukum dan HAM.
Yusril dan Yuri mengatakan, bahwa langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.
Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.
Demokrat Yakin MA Bakal Tolak Gugatan AD/ART dari Kubu Moeldoko
Meskipun terus diterjang aksi perebutan kekuasan, Demokrat yakin Mahkamah Agung (MA) bakal menolak gugatan kubu Moeldoko terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat 2020.
Keyakinan ini datang dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman.
Benny juga percaya bahwa MA tidak akan terpengaruh intervensi yang dilakukan pihak-pihak eksternal.
"Saya tetap menaruh kepercayaan penuh kepada MA untuk tetap menjaga independensinya dengan berani menolak segala upaya intervensi baik langsung maupun tidak langsung dari pihak eksternal yang akan mempengaruhi putusannya demi tegaknya keadilan," kata Benny kepada Tribunnews.com, Senin (27/9/2021).
"Politik boleh runtuh, ekonomi bisa saja morat marit, tapi keadilan di negeri ini harus tetap tegak berdiri di pundak MA. Semoga," imbuhnya.
Benny menyebut bahwa gugatan terhadap AD/ART Partai Demokrat Hasil konggres 2020 menjadi teror di siang hari bolong untuk Partai Demokrat.
Menurut Benny, narasinya terobosan hukum namun di balik itu yang terasa adalah teror dengan gunakan hukum sebagai alatnya.
"Bayangkan, 4 orang eks ketua DPC yang ikut hadiri konggres PD V tahun 2020 yang lalu tiba-tiba sekarang tampil menjadi Pemohon JR (Judicial Review) di MA dengan tuntutan tunggal: perintahkan Menkumham cabut pengesahan AD dan ART PD tahun 2020," ujarnya.
Baca juga: Langkah Baru, Kubu Moeldoko Gandeng Yusril Ihza Mahendra Gugat AD/ART Partai Demokrat Era AHY
Benny menjelaskan, Perma No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil dengan tegas menyatakan, yang menjadi Termohon dalam permohonan keberatan hak uji materiil ialah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, partai politik dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia jelas terang bukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Benny menambahkan, sesuai dengan Pasal 24A UUD NRI 1945, UU MA, dan Perma No.01/2011, MA hanya berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU yang bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi.
"AD dan ART Parpol tidak tergolong dalam jenis peraturan perundang-undangan yang menjadi obyek pengujian di MA," ucap Benny.
Baca juga: Gugatan AD/ART Demokrat Dinilai jadi Serangan Serius Kubu Moeldoko, Bisa Buat KLB Tidak Abal-abal
Benny melanjutkan, aabila ada anggota Parpol atau pengurus Parpol yang dirugikan akibat berlakunya AD/ART parpol yang diputuskan dalam Kongres, yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Partai atau menggugat Menkumham ke pengadilan TUN.
Sebab, telah mengesahkan AD dan ART yang dihasilkan dalam Konggres Partai.
"Tidak ada dasar legal bagi yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan judicial review ke MA apalagi kalo yang bersangkutan ikut dalam Kongres partai yang telah menyetujui perubahan AD dan ART tersebut," ucapnya.
"Pihak yang kalah votting dalam pengambilan keputusan termasuk keutusan tentang perubahan AD dan ART partai di kongres tidak punya legal standing apapun untu menjadi pemohon dalam menguji AD dan ART tersebut dengan UU Parpol ke MA," lanjutnya.
Bela Kubu Moeldoko, Yusril Disebut-sebut Sempat Tawarkan Jasa Advokat ke Demokrat Senilai Rp 100 M
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief mengungkap bahwa Yusril sempat menawarkan jasa sebagai advokat ke Partai Demokrat.
Dikatakannya, biaya jasa kuasa hukum Yusril pun mencapai Rp 100 miliar.
Kabar tersebut disampaikan Andi Arief melalui akun Twitter-nya, @andiarief__.
Baca juga: Ini Sosok Pakar Hukum Tata Negara yang Ditunjuk Yusril Jadi Ahli untuk Gugat AD/ART Demokrat ke MA
Andi Arief menduga karena partai Demokrat tak sanggup membayar nominal itu, Yusril kini membela pihak kubu Moeldoko.
Meskipun begitu, Andi Arief menegaskan pihaknya akan tetap menghadapi gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko.
"Begini Prof @Yusrilihza_Mhd, soal gugatan JR pasti kami hadapi. Jangan khawatir."
"Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran anda 100 Milyar sebagai pengacara, anda pindah haluan ke KLB Moeldoko," tulis Andi, Rabu (29/9/2021).
Baca juga: Pemerintah Usul Pemilu 2024 Digelar 15 Mei, Demokrat: Akan Beririsan dengan Tahapan Pilkada
Sementara itu, Elite Partai Demokrat Rachland Nashidik juga ikut menanggapi soal nominal biaya jasa Yusril sebesar Rp 100 miliar itu.
Komentar Rachland tersebut terungkap pada cuitan miliknya, @rachlannashidik, Rabu (29/9/2021).
"100 Miliar itu banyak sekali. Apalagi kalau lebih."
"Hari ini kita merenung, bila akrobat argumen Yusril menang, mungkinkah ada palu hakim yang kecipratan?," kata dia.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Gita Irawan/Chaerul Umam)