Menurut Karyono, narasi yang seharusnya dibangun Gatot adalah mengingatkan dan memberikan saran tentang potensi ancaman terhadap berbagai faham yang membahayakan pondasi kebangsaan.
"Gatot semestinya bisa menjelaskan secara rasional mengapa komunisme harus ditolak. Begitu juga semestinya Gatot juga menjelaskan mengapa radikalisme/ektremisme dan liberalisme bertentangan dengan Pancasila yang menjadi prinsip dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap Karyono.
Lebih lanjut, Karyono menilai hal itu lebih mendidik daripada sekadar mengumbar pernyataan yang mengandung unsur provokasi dan menyesatkan.
Jika pesan yang disampaikan rasional, obyektif, dan edukatif maka hal ini juga dapat menunjukkan kualitas berfikir sebagai tokoh besar.
Di satu sisi, Karyono sependapat jika pernyataan Gatot ditujukan agar tetap waspada terhadap komunisme.
Tetapi, Gatot juga harus bersuara lantang tentang bahayanya radikalisme/ekstremisme dan liberalisme yang tidak sesuai dengan Pancasila dan kepribadian bangsa.
Karyono juga mengingatkan, agar ancaman bahaya komunisme, radikalisme/ekstremisme, liberalisme ini tidak sekadar menjadi alat propaganda untuk kepentingan kelompok tertentu dan untuk tujuan pragmatis, apalagi sekadar menjadi 'dagangan' musiman.
Akibat dari itu, hanya menimbulkan kegaduhan, retaknya persatuan bangsa dan rusaknya kohesi sosial.
Lebih dari itu, kondisi seperti itu justru semakin membuka peluang selebar-lebarnya masuknya faham-faham tersebut.
"Saya khawatir, kita akan terjebak dalam perangkap adu domba yang dibuat kelompok-kelompok itu agar mudah mengendalikan bangsa ini," jelasnya.
Kata Istana
Istana Kepresidenan RI menolak merespons pernyataan Gatot Nurmantyo yang menduga TNI AD terindikasi disusupi oleh PKI.
Istana menyerahkan polemik soal dugaan TNI AD terindikasi disusupi oleh PKI kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Demikian Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam keterangannya, Selasa (28/9/2021).