TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan pentingnya upaya pencegahan konflik yang konsisten dan berkesinambungan di suatu daerah ketimbang menyelesaikan konflik.
Berdasarkan pengalamannya sebagai anggota kepolisian, yang pernah menjadi Kapolres, Kapolda, maupun sebagai Kapolri, proporsi upaya persuasif dan pencegahan menurutnya jauh lebih penting, daripada upaya responsif bila telah terjadi konflik.
Hal ini ia tegaskan pada acara yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) secara virtual pada Kamis (30/9/2021).
“80 persen sumber daya, tenaga, dan energi difokuskan untuk langkah-langkah pencegahan atau persuasif, itu lebih murah dibanding kalau sudah terjadi konflik dan jatuh korban. Maka akan jauh lebih mahal dan resikonya menjadi lebih berat,” ujarnya.
Tito menekankan kepada kepala daerah agar senantiasa merawat toleransi yang ada di wilayahnya masing-masing.
Kota, menurutnya memegang peranan yang sangat penting, dimana kota merupakan pusat saraf kegiatan politik.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian: Sulawesi Tengah Harus Bersih Dari Aksi Terorisme
“Merawat toleransi di perkotaan akan memberikan dampak yang sangat luas untuk wilayah di luar perkotaan,” ujarnya.
Ia meminta semua kepala daerah melakukan dialog yang baik dengan Forkopimda, untuk melakukan pencegahan dan penanganan konflik sosial di daerahnya.
Eks Kapolri itu memberikan salah satu contoh model penerapan toleransi, yakni yang dilakukan oleh walikota Bogor, Bima Arya.
Menurutnya Bima Arya berhasil menyelesaikan konflik terkait rumah ibadah yakni pembangunan gereja di Bogor yang kasusnya sudah berjalan selama 15 tahun.
Melalui dialog yang intens hingga membangun hubungan personal, akhirnya kasus itu membuahkan hasil yang baik.
“Akhirnya ditemukan solusi yang terbaik yang win-win, tanpa harus menggunakan cara-cara kekerasan atau koersif. Ini salah satu model bagaimana mengelola toleransi yang dapat ditiru,” ujarnya.
Ia menegaskan toleransi tidak dapat datang secara tiba-tiba, namun harus dirawat dan dijaga dengan langkah-langkah nyata.
“Jangan biarkan ada benih-benih intoleran berkembang,” ujarnya.
“Bila terjadi konflik, harganya akan jauh lebih mahal, biayanya akan jauh lebih mahal dibanding upaya pencegahan yang dilakukan secara konsisten,” ujarnya.