Ia lahir pada 20 Januari 1924.
Pada saat Jepang menguasai Indonesia, M.T Haryono sempat menempuh pendidikan di Ika Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran).
Namun pendidikan tersebut tidak sampai tamat karena Jepang saat itu menyerah.
Lalu, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, ia bergabung dengan TKR.
Kemudian, ia mendapat pangkat Mayor.
Ia memiliki beberapa kemampuan berbahasa asing.
Kemampuan tersebut di antaranya, bahasa Jerman, Belanda, dan Inggris.
Lalu, berkat kemampuan yang dimiliki, ia didaulat sebagai atase militer Indonesia di belanda.
Kemudian ia kembali ke Indonesia.
Setelah itu, ia diangkat menjadi Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani.
5. Mayjen R. Suprapto
Mayjen R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah.
Ia lahir pada 20 Juni 1920.
Suprapto mengikuti pelatihan militer di Koninklijke Militaire Akademie setelah menyelesaikan pendidikannya.
Namun pelatihan tersebut tidak sampai selesai karena Jepang datang menguasai Indonesia.
Lalu, setelah Indonesia meredeka, R. Suprapto bergabung ke dalam TKR.
Kemudian, pada 1 Oktober 1965, ia dijemput paksa oleh pasukan Cakrabirawa.
Pasukan Cakrabirawa mengatakan bahwa R. Suprapto dipanggil untuk menghadap Presiden Soekarno.
Namun, ia ternyata dibawa ke lubang buaya oleh pasukan Cakrabirawa.
6. Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
Mayjen TNI Sutoyo Siswomiharjo lahir di Purworejo, Jawa Tengah.
Ia lahir pada 28 Agustus 1922.
Setelah tamat pendidikannya, Ia bekerja menjadi pegawai pemerintah di Purworejo.
Kemudian pada tahun 1944, Ia berhenti bekerja.
Setelah Indonesia merdeka, Sutoyo Siswomiharjo bergabung dengan TKR.
Pada tahun 1960, Ia menyelesaikan sekolah staf dan komando di Bandung.
Lalu, Ia ditugaskan menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat.
Kemudian Ia naik jabatan sebagai Inspektur Kehakiman dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI.
Setelah itu, Ia dijemput paksa di kediamannya oleh pasukan Cakrabirawa dan dibawa ke Lubang Buaya.
7. Kapten Czi. Pierre Tendean
Kapten Czi. Pierre Tendean memiliki nama lengkap yaitu Pierre Andries Tendean.
Ia lahir pada 21 Januari 1939.
Sedari kecil, Pierre Tendean memiliki cita-cita menjadi seorang tentara.
Setelah lulus sekolah, Ia mendapat tugas menjadi seorang Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II di Medan.
Pierre mendapat pangkat yaitu Letnan Dua.
Sampai akhirnya Ia naik pangkat sebagai letnan satu.
Kemudian Pierre ditarik menjadi seorang ajudan Jenderal A.H Nasution.
Pada 1 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa datang untuk menculik Jenderal A.H Nasution.
Namun, karena mendesak, mereka tidak bisa memberdakana antara Pierre Tendean dan A.H Nasution.
Sehingga mereka membawa Pierre Tendean.
Lalu, A.H Nasution berhasil melarikan diri.
Kemudian, jasad Pierre Tendean dimasukkan ke dalam Lubang Buaya.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)(Gramedia.com/Lely Azizah)