TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 56 pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat suara terkait rencana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merekrut mereka menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Korps Bhayangkara.
Inisiatif tersebut, menurut mereka adalah bukti bahwa pelaksanaan maupun hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menyebabkan mereka dipecat dari KPK adalah tidak valid.
Hotman Tambunan, pegawai yang ikut dipecat karena tidak lulus TWK mengatakan, pimpinan KPK telah menyatakan 56 pegawai itu berstatus 'merah' dan tak dapat dibina untuk menjadi ASN berdasarkan hasil TWK.
"Namun nyatanya kini kami disetujui menjadi ASN di instansi yang berbeda. Berarti kamu lulus TWK?," kata Hotman dalam keterangannya, Rabu (29/9/2021).
Hotman dan para pegawai KPK yang dipecat itu menghargai inisiatif Kapolri tersebut. Namun, menurutnya inisiatif itu perlu dicerna dan didiskusikan dengan seksama.
Ia menyebut adanya inisiatif tersebut malah menunjukkan para pegawai KPK yang dipecat itu sebenarnya lolos TWK.
"Ketidaklolosan kami semakin nyata merupakan praktik penyingkiran dari KPK," ujarnya.
Hotman juga mengatakan, inisiatif pengangkatan ia dan rekan-rekannya menjadi ASN di instansi lain tidak serta-merta menggugurkan hasil penyelidikan Komnas HAM dan Ombudsman menyangkut TWK.
Hasil penyelidikan Komnas HAM dan Ombudsman tersebut menyatakan pelaksanaan TWK KPK maladministrasi, inkompeten, sewenang-wenang, dan melanggar hak asasi manusia.
"Sehingga, pelanggaran HAM dan cacat prosedur yang terjadi dalam pelaksanaan TWK, tetap harus ditindaklanjuti," tegas dia.
Dia pun memandang inisiatif Kapolri masih terlalu dini untuk ditanggapi. Sebab, diakuinya, 56 pegawai KPK yang dipecat itu belum mengetahui mekanisme dan detail dari inisiatif tersebut.
"Kami juga akan melakukan konsultasi dengan Komnas HAM dan Ombudsman RI terkait ini," ujarnya.
Di sisi lain Komnas HAM berharap mendapat penjelasan langsung dari Presiden Jokowi terkait rencana perekrutan 56 pegawai KPK itu menjadi ASN Polri.
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam mengatakan ide yang ditawarkan Kapolri itu jika dipahami secara mendalam dapat diartikan sebagai sikap presiden.
Anam mempertanyakan apakah langkah tersebut bagian dari tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi Komnas.
Ia juga mempertanyakan jika demikian apakah pelaksanaan rekomendasi tersebut sebagian atau seluruhnya.
Baca juga: 1.505 Surat Minta Jokowi Batalkan Pemecatan 56 Pegawai KPK, Pengirimnya Dosen Hingga Pengemudi Ojek
"Oleh karenanya penting bagi Komnas HAM mendapatkan penjelasan langsung dari presiden, apakah ini merupakan bagian dari temuan dan rekomendasi Komnas," kata Anam, Rabu (29/9/2021).
Ia mengingatkan salah satu rekomendasi Kommas HAM terkait TWK pegawai KPK adalah pemulihan menjadi ASN berdasarkan perintah Undang-Undang terkait alih status.
Artinya, dalam proses tersebut sistem umum bagi ASN yang melamar tidak boleh diterapkan.
"Selain itu temuan faktual Komnas menyatakan pelaksanaan TWK melanggar HAM, salah satunya lahir karena proses melanggar hukum, terselubung dan ada yang ilegal," kata Anam.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad menyarankan ketimbang ditarik menjadi ASN di Polri, lebih baik Presiden Jokowi mengangkat 56 pegawai itu sebagai ASN di KPK.
"Menurut saya sebaiknya Presiden yang mengambil sikap yaitu memerintahkan agar 56 pegawai KPK yang diberhentikan itu segera diangkat menjadi ASN KPK, bukan di tempat dan di instansi lain," kata Abraham lewat pesan singkat, Rabu (29/9/2021).
Ia menilai 56 pegawai itu bukanlah pencari kerja, tetapi orang-orang yang selama ini secara sungguh-sungguh berjuang memberantas korupsi di KPK.
"Dan mereka pula lah yang selama ini tetap menjaga integritas KPK dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu," kata Abraham.
Sementara pakar hukum Abdul Fickar Hadjar berharap Kapolri bisa menempatkan 56 pegawai KPK itu di posisi yang tepat dan proporsional.
"Harus ada jaminan bahwa 56 pegawai itu ditempatkan pada tempat tepat proporsional," kata Fickar.
Fickar juga mengharapkan Kapolri tidak hanya sekadar lip service terkait rencana menarik 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
Baca juga: Kecewa Dengan Sikap Acuh KPK, BEM SI Bakal Kembali Turun ke Jalan
Polri harus memanfaatkan mereka untuk mengembangkan SDM internal.
"Kebijakan Kapolri harus dilihat dalam konteks mengakomodir SDM SDM yang potensial lepas dari keberadaan NB (Novel Baswedan), asal saja benar benar dimanfaatkan bukan sekedar lip-service saja," jelasnya.
Namun demikian, kata Fickar, kebijakan ini juga masih menunggu persetujuan dari 56 pegawai KPK tersebut. Nantinya, mereka akan menentukan apakah bersedia menjadi ASN Polri.
"Tawaran Kapolri terhadap 56 pegawai KPK, ya betul meskipun nampaknya kebijakan akomodatif, tetapi belum tentu para pegawai itu mau menerimanya," ujarnya.(tribun network/ham/igm/git/dod)