TRIBUNNEWS.COM - Berbicara tentang peristiwa G30S 1965 tentu tidak lepas dari Pasukan Cakrabirawa.
Di bawah komando kolonel Untung, Pasukan Cakrabirawa melakukan penculikan dan menyebabkan tewasnya 7 jenderal TNI AD.
Berikut ini sejarah terbentuknya Pasukan Cakrabirawa.
Dikutip dari repository.unair.ac.id, Jumat (1/1/2021), yang mengutip buku Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967 karya Mangil Martowidjojo, Satuan atau Resimen Cakrabirawa dibentuk pada 6 Juni 1962.
Baca juga: Profil Letkol Untung, Komandan Cakrabirawa Pemimpin G30S, Nasibnya Tak Seberuntung Namanya
Pembentukan Resimen Cakrabirawa itu ditetapkan melalui Surat Keputuusan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia No 211/Plt/1962.
Resimen Cakrabirawa berasal dari semua unsur ABRI baik Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Kepolisian.
Untuk menjadi anggota Cakrabirawa tidak mudah dan melalui seleksi ketat.
Proses seleksi secara fisik maupun mental, melalui tes tertulis dan psikotes yang harus dua kali dilalui sebelum diterima.
Bahkan, Jenderal Nasution pernah memberi arahan terhadap Kolonel Sabur yang kelak menjadi Komandan Cakrabirawa, agar para anggota Cakrabirawa ini merupakan orang-orang yang memiliki budi pekerti luhut serta disiplin yang baik.
Hal ini mengingat penting dan vitalnya tugas yang bakal dikerjakan.
Berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI No 01/Plt/Th.1963 mengenai organisasi dan tugas Resimen Cakrabirawa, Resimen Cakrabirawa dibagi menjadi 3 bagian utama.
Bagin pertama yakni Detasemen Kawal Pribadi (DKP), bertugas mengawal keselamatan presiden beserta keluarganya secara langsung dari jarak dekat.
Bagian kedua, Detasemen Pengawal Chusus/Khusus (DPC) bertugas dalam hal pengamanan dan survei atas gedung, area atau wilayah dimana presiden dan keluarga sedang atau akan berada.
Bagian ketiga, Batalyon Kawal Kehormatan, bertugas melakukan penjagaan dalam arti luas yang berhubungan dengan pengamanan presiden beserta keluarganya, seperti melakukan penjagaan Istana Negara, gedung-gedung vital yang termasuk kompleks Istana dan gedung-gedung yang menjadi ruang kerja presiden.
Adapun inisiasi pembentukan Resimen Tjakrabirawa ini bermula dari adanya usaha percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno.
Dikutip dari Kompas.com, ide membentuk Cakrabirawa muncul setelah adanya usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno saat sedang melaksanakan Shalat Idul Adha pada 14 Mei 1962.
Baca juga: Untung Mengenang Sosok Ayahnya Jenderal Ahmad Yani, Bertengkar dengan Cakrabirawa Sebelum Ditembak
Guna mewujudkan ide itu, Letnan Kolonel CMP Sabur menghadap ke Istana Merdeka dan memberikan laporan bahwa DKP berencana membentuk pasukan pengawal Istana Presiden yang lebih sempurna.
Letnan Sabur kemudian menghadap kepada empat Panglima Angkatan Bersenjata (AD, AL, AU, dan Kepolisian) untuk meminta satu batalyon prajurit terbaik dari setiap angkatan untuk ikut bertugas mewakili angkatan masing-masing dalam tugas mengawal Presiden.
Sabur dibantu beberapa perwira, di antaranya Mayor CPM Maulwi Saelan, Mangil dari Kepolisian, seorang mayor udara, dan seorang mayor laut.
Mereka sering rapat dan membahas pasukan pengawal presiden.
Bertepatan dengan hari ulang tahunnya 6 Juni 1962, Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan No 211/Pit/1962 tentang pembentukan resimen khusus yang bertanggung jawab menjaga keselamatan pribadi Presiden dan keluarganya.
Sekaligus terbentuk Resimen Cakrabirawa.
Akhir dari Cakrabirawa
Masih mengutip repository.unair.ac.id, pasca peristiwa G30S PKI, anggota Cakrabirawa menjalani tugas-tugas berat.
Hal ini karena tugas pengamanan Istana Merdeka dan Istana Negara diserahkan dari Batalyon I KK kepada Batalyon II KK.
Penyerahan ini setelah sebagian anggota Batalyon I KK terlibat dan ikut serta dalam peristwa G30S.
Tugas pengamanan menjadi berat karena Cakrabirawa harus mengamankan Istana yang dikepung dan terancam dimasuki gelombang demonstrasi para mahasiswa dan pasukan tentara yang berasal dari Kostrad dan RPKAD.
Berdasarkan Maulwi Saelan dalam bukunya Kesaksikan Wakil Komandan Tjakrabirawa: dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66, pada saat Kabinet Seratus Menteri dilantik pada 24 Februari 1966, mahasiswa yang didukung oleh Kostrad dan RKPAD memblokade jalan masuk istana yang dilalui para calon menteri yang akan dilantik.
Mahasiswa dan tentara menguasai jalan menuju istana dan menahan mobil-mobil kemudian menggembosi ban-bannya.
Para calon menteri yang akan dilantik pun terpaksa berjalan kaki.
Para anggota Resimen Cakrawrawa yang memang ditugaskan menjaga Istana tetap melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya hingga acara pelantikan tetap bisa berjalan.
Resimen Cakrabirawa akhirnya dibubarkan pasca keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966.
Tepatnya pada 23 Maret 1966 terbit Keputusan bersama keempar Menteri Panglima Angkatan (Darat, Laut, Udara dan Polisi) No 6/3/1966 yang memutuskan menyerahkan tugas menjamin keselamatan presiden dan keluarganya dari Cakrabirawa ke Polisi Militer.
Pada 28 Maret 1966, dilakukan serah trima tugas untuk menjami keselamatan pribadi/Presiden/Panglima Tertinggi ABRI beserta keluaranya dari Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa ke Brigjen Sudirgo, Direktur Polisi Militer.
Baca juga: Kenang saat Rumah Didatangi Pasukan Cakrabirawa, Anak Jenderal Ahmad Yani: Saya Terbangun, Cari Ibu
Pasca penyerahan itu, Cakrabirawa dibubarkan dan anggotanya dikembalikan ke masing-masing angkatannya.
Selanjutnya tugas penjagaan Istana Presiden baik yang ada di Jakarta maupun di Bogor dan Cipanas digantikan oleh Satgas Pomad (Polisi Militer Angkatan darat) yang dipimpin oleh Kolonel CPM Norman Sasono.
Hanya anggota DKP (Detasemen Kawal Pribadi) yang terdiri dari personel Kepolisian yang masih dipercaya mengawal Bung Karno dan keluarganya.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Serafica Gischa)