News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

Abraham Samad Sebut 57 Pegawai yang Dipecat KPK adalah Pejuang-pejuang Pemberantasan Korupsi

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua KPK Abraham Samad bersama Sejumlah pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Bberorasi di gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (30/9/2021). Mulai Kamis (30/9/2021) sebanyak 57 pegawai KPK resmi berhenti usai dinyatakan gagal dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan mereka dinyatakan tak memenuhi syarat menjadi ASN bersama sekitar 1.200 pegawai KPK lainnya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Abraham Samad beberapa kali tampak bergerak ke kiri dan kanan, bergeleng-geleng seolah masih tak percaya pada akhirnya Novel Baswedan dkk dipecat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 30 September 2021.

Ketua KPK periode 2011-2015 itu menilai pemecatan 57 orang pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) bakal membuat KPK jalan di tempat.

"Kalau saya ditanya apakah ini menjadi episode terakhir pemberantasan korupsi, maka saya meyakini pemberantasan korupsi setelah diberhentikan teman-teman kita yang 57 orang ini akan mengalami jalan di tempat," ujar Samad, Sabtu (2/10/2021).

Mata Samad menerawang jauh ke arah kanan atas membuka memori selama masih bertugas di KPK.

Empat tahun di lembaga antirasuah dirasanya cukup mengenal betul kepribadian dari 57 pegawai yang dipecat.

Bagi Samad, mereka bukanlah pegawai biasa. Tutur katanya memberikan penegasan bahwa pegawai biasa hanya datang pagi pulang sore dan menjalankan kewajibannya secara rutin.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Sebut Pimpinan KPK Berusaha Jegal Penarikan 57 Pegawai ke Polri

"Tapi teman-teman yang diberhentikan ini saya tahu betul dedikasi serta kontribusi yang mereka berikan kepada pemberantasan korupsi itu luar biasa. Sehingga saya menyebut mereka pejuang-pejuang pemberantasan korupsi," katanya.

Bukan tanpa alasan sebutan itu disematkan Samad kepada 57 orang tersebut.

Pasca Revisi Undang-Undang KPK disahkan, yang tersisa pada keyakinannya adalah pemberantasan korupsi akan berjalan di tempat dan KPK tak akan bergeliat lagi.

Dengan mata berbinar-binar, setengah tersenyum, Samad mengucapkan puji syukur karena pemberantasan korupsi masih berjalan seperti biasa setelah UU KPK baru disahkan.

Itu tak lepas dari peranan dan integritas 57 orang tadi, Samad menegaskan.

Karena baginya KPK sudah sangat dilumpuhkan dan dilemahkan jika ditilik dari UU KPK baru yang disahkan dan sempat menjadi polemik.

"Ruang gerak KPK saat itu dari hasil UU revisi sudah tidak memungkinkan KPK seperti dahulu. Tapi berkat adanya teman-teman yang diberhentikan itu, ternyata KPK masih mampu melakukan langkah-langkah yang luar biasa dan tanpa pandang bulu seperti dulu. Sehingga kelemahan dari UU itu bisa diatasi oleh kehadiran teman-teman," ucapnya.

Nasib pemberantasan korupsi di Tanah Air, kata Samad, sebenarnya tak hanya ditentukan oleh Undang-Undang yang ada.

Melainkan juga sangat dipengaruhi oleh aktor-aktor hukum yang akan menjalankan dan mengimplementasikan Undang-Undang tersebut.

Baca juga: Pakar Hukum Sebut Pimpinan KPK Kalang Kabut 57 Pegawainya akan Direkrut Polri: Ada Upaya Penjegalan

"Kalau kita lihat sekarang UU yang hasil revisi itu sebenarnya sudah sangat lemah. Tapi karena aktor yang menjalankan masih mempunyai integritas yang kuat, sehingga yang kita lihat selama ini pemberantasan korupsi itu masih berjalan sebagaimana mestinya," kata Samad.

Dia juga melihat pemecatan 57 orang ini tidak dilakukan dengan cara yang benar.

Samad merujuk kepada temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM terkait TWK. Kedua lembaga itu sama-sama menegaskan ada pelanggaran mengenai TWK yang dilakukan KPK.

"Mereka diberhentikan dengan cara yang tidak benar. Kenapa saya bilang tidak benar? Karena kita lihat dari hasil temuan Ombudsman maupun Komnas HAM, masing-masing lembaga ini menyatakan ada penyimpangan atau ada pelanggaran dalam tes wawasan kebangsaan. Ada maladministrasi, kemudian ada pelanggaran hak asasi manusia di dalamnya," jelasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini