Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Partai Demokrat kubu KSP Moeldoko, Rusdiansyah menanggapi ungkapan Juru Bicara Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Herzaky Mahendra Putra terkait adanya permintaan dari Moeldoko untuk menjadi petinggi partai.
Sebelumnya Herzaky mengatakan permintaan itu dilayangkan Moeldoko saat pensiun menjadi perwira tinggi TNI dan melepas jabatan sebagai Panglima TNI.
Rusdiansyah menepis tudingan tersebut sebab Moeldoko yang notabenenya merupakan mantan Panglima TNI tidak mungkin meminta jabatan hanya sebagai Petinggi Partai.
"Mungkin kalau maju jadi Presiden mau, emang apa ketua partai itu, mana mau lagi memimpin TNI terus hanya mengambil menjadi ketua Partai kecil, ngapain," kata Rusdiansyah saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (4/10/2021).
Baca juga: Kubu Moeldoko Respons Soal Ancaman Kehormatan akan Turun dalam Polemik Partai Demokrat
Atas dasar itu dirinya secara tegas menyebut kalau ungkapan yang dilayangkan anak buah AHY itu adalah tidak rasional.
Itu mendasar pada jabatan terakhir yang diemban oleh Moeldoko yang merupakan pimpinan tertinggi di institusi militer Tanah Air.
"Itu kan tidak rasional ya, tidak rasional itu, yang rasional-rasional saja," tegasnya.
Sebelumnya disebutkan, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko kerap menemui mantan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kediamannya, Cikeas, Barat.
Juru Bicara sekaligus Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan pertemuan itu diawali atas ambisi Moeldoko untuk menjadi Presiden.
"Konstruksi besar dari persoalan yang terjadi di Partai Demokrat ini dimulai dari ambisi seorang KSP bernama Moeldoko yang ingin sekali menjadi Presiden," kata Herzaky saat konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Minggu (3/10/2021).
"Sedangkan ambisi menjadi Presiden ini, pertama kali muncul pada 2014. Ada seorang pengusaha nasional yang menghadap Presiden SBY dan meminta restu Pak SBY, agar PD (Partai Demokrat) mengusung Moeldoko sebagai Calon Presiden," sambungnya.
Padahal kata Herzaky, KSP Moeldoko saat itu masih menjadi perwira aktif dan baru saja diangkat menjadi Panglima TNI.
Tak cukup di situ, setahun setelahnya Moeldoko kembali mendatangi SBY.
Kali ini mantan Panglima TNI tersebut, kata Herzaky, memohon kepada SBY untuk mengangkat Marzuki Alie untuk menjadi Sekjen Partai Demokrat.
Padahal kata Herzaky saat itu, SBY menganggap kedatangan Moeldoko ke Cikeas adalah keperluan penting dan mendesak sebab saat itu Moeldoko tengah menjabat sebagai Panglima TNI sedangkan SBY sudah menjadi mantan Presiden.
"Ternyata, pesannya tidak sepenting dan semendesak yang diduga. Moeldoko hanya mengatakan: “Pak, tolong kalau Bapak terpilih lagi sebagai Ketua Umum, agar Bapak mengangkat Marzuki Alie sebagai Sekjen nya" gitu," kata Herzaky.
Kala itu kata Herzaky SBY marah, bukan saja karena Moeldoko yang adalah Panglima TNI aktif telah melanggar konstitusi dan undang-undang dengan melakukan politik praktis dan intervensi.
Akan tetapi mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga marah karena sebagai salah satu penggagas dan pelaksana reformasi TNI.
"Pak SBY tidak rela TNI dikotori oleh ambisi pribadi yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang melanggar aturan dan hukum," bebernya.
Upaya Moeldoko untuk mendatangi SBY juga dilakukan saat telah pensiun dari TNI atau telah usai menjabat sebagai Panglima.
Tak tanggung-tanggung Moeldoko, kata Herzaky, meminta jabatan tinggi di kepengurusan Partai Demokrat.
Hanya saja, SBY meminta Moeldoko untuk gabung dengan Partai Demokrat, namun untuk menjadi Ketua Umum harus ada mekanismenya.
"Pak SBY sampaikan, kalau gabung dengan PD beliau mempersilakan. Kalau soal jabatan Ketua Umum, itu ada mekanismenya melalui Kongres," bebernya.
Tak puas dengan jawaban itu, Moeldoko kata Herzaky berusaha untuk menjadi Ketua Umum pada partai-partai lainnya.
Bahkan, salah satu mantan Wakil Presiden yang tidak disebutkan namanya oleh Herzaky, beliau didatangi oleh Moeldoko dan meminta dukungan untuk Moeldoko bisa menjadi Ketua Umum di salah satu Partai Politik.
"Lagi-lagi mantan Wakil Presiden ini juga menolaknya halus. Beliau katakan, untuk menjadi Ketua Umum itu ada mekanismenya melalui Kongres," tukasnya.