News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gubernur Lemhannas: Pendidikan Karakter Jadi Syarat Hasilkan SDM Unggul Hadapi Indonesia Emas 2045

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo dalam Seminar Nasional PPSA 23 Lemhannas RI bertajuk Roadmap Sistem Pendidikan Alternatif Dalam Pusaran Pandemi dan Perkembangan Teknologi Menyambut Indonesia Emas 2045 pada Rabu (6/10/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menilai pendidikan karakter menjadi prasyarat untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul dalam menghadapi Indonesia Emas 2045.

Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat di era globalisasi saat ini, kata Agus, tidak bisa lagi dihindari dampak positif dan negatifnya terhadap dunia pendidikan. 

Ia menjelaskan dampak positif dari perkembangan teknologi terhadap dunia pendidikan antara lain memudahkan dalam mencari informasi yang sedang dibutuhkan.

Kedua, kata dia, informasi yang dibutuhkan akan semakin cepat dan mudah untuk diakses untuk kepentingan pendidikan. 

Ketiga, lanjut Agus, inovasi dalam pembelajaran semakin berkembang dengan adanya inovasi e-learning yang semakin memudahkan proses pendidikan dan dapat membuat kelas virtual dan lain sebagainya. 

Sedangkan dampak negatifnya, kata Agus, antara lain banyaknya informasi yang menarik bagi siswa di internet membuat siswa terkadang tidak fokus ketika pembelajaran sedang berlangsung. 

Kedua, mempermudah pelanggaran atas hak atas kekayaan intelektual karena semakin mudahnya mengakses data dapat menyebabkan munculnya penjiplakan atau plagiarisme untuk melakukan suatu kecurangan.

Baca juga: Sambut Era Kendaraan Elektrifikasi, Indonesia Siap Jadi Pemain Utama Industri Mobil Listrik

Ketiga, kata dia, banyaknya informasi menarik seperti game online membuat peserta didik menjadi malas belajar. 

Peserta didik, kata Agus, lebih suka menjelajahi dunia mayanya dengan berbagai informasi menarik yang disajikan. 

Ia mengatakan sebagaimana diketahui bersama saat ini sebenarnya sudah terdapat dasar hukum penanaman pendidikan karakter sebagaimana tercantum dalam peraturan presiden nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter. 

Namun demikian, kata dia, implementasinya dalam kurikulum pendidikan pada semua jenjang pendidikan masih belum dapat diimplementasikan sebagaimana mestinya.

Menurut Agus, hal itu juga dapat tercermin dalam kurikulum nasional pada semua jenjang pendidikan sehingga ditengarai berpengaruh pada kualitas lulusan tersebut dan juga integritas para lulusan di semua jenjang pendidikan.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Republik Indonesia: Tugas dan Wewenang Eksekutif, Legislatif, Yudikatif

Hal tersebut disampaikannya dalam Seminar Nasional PPSA 23 Lemhannas RI bertajuk Roadmap Sistem Pendidikan Alternatif Dalam Pusaran Pandemi dan Perkembangan Teknologi Menyambut Indonesia Emas 2045 di kanal Youtube Lemhannas RI pada Rabu (6/10/2021).

"Oleh karenanya sangat pentingnya pendidikan karakter yang menjadi prasyarat menghasilkan SDM yang unggul khususnya menghadapi Indonesia Emas 2045," kata Agus.

Agus menjelaskan sebenarnya sudah banyak sistem pendidikan yang bisa dijadikan model sebagai studi banding.

Ia mencontohkan Finlandia yang disebut sebagai negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik.

Konon, kata dia, pada saat usia berkembang, anak-anak di Finlandia tidak dipaksakan belajar yang berat-berat dan dibebaskan untuk bermain untuk menemukan karakternya sendiri pada usia-usia dini. 

Agus juga menyebut contoh lainnya yakni Jepang.

Menurutnya pada sistem pendidikan Jepang memang diniatkan untuk membentuk budi pekerti, karakter, dan tradisi budaya baru kemudian membentuk pengetahuan. 

Ia juga mencontohkan salah satu sistem pendidikan di negara Barat yang juga menitk beratkan pada karakter.

Mengutip sebuah kalimat, Agus mengatakan seorang pendidik di negara Barat lebih khawatir jika anak didiknya tidak bisa mengantre ketika berada di ruang publik dibandingkan tidak bisa memahami matematika.

Karena, lanjut dia, matematika bisa diajarkan dalam waktu singkat, tetapi kultur peradaban yang tinggi tidak bisa diajarkan dalam waktu singkat.

Menurutnya, di sekitar kita sudah banyak best practices untuk dilihat. 

Namun demikian, terkadang kita terlalu sombong untuk mengatakan bahwa kita sudah punya semuanya sehingga malas untuk mencari bahan banding.

Ia pun menekankan bahwa proses menerjemahkan semua keinginan dalam sebuah sistem pendidikan adalah tantangan tersendiri.

Baca juga: Nasib Jadwal Pemilu 2024 Paling Cepat Ditentukan Awal November 2021, Begini Alasannya

Terkadang, kata dia, keinginan tersebut terjemahkan menjadi sebuah sistem untuk diimplementasikan bentuknya menjadi berbeda.

"Artinya kelemahan kita itu adalah untuk mentransformasikan, menerjemahkan gagasan-gagasan, ide-ide yang ada dalam benak kita, yang biasanya sempurna ide itu. Kita mau semuanya. Kita tidak bisa untuk menentukan prioritas, pentahapan. Kita sekaligus mau semuanya yang bagus-bagus. Ini tantangan," kata Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini