TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Densus 88 Antiteror Polri turun tangan menangani kasus puluhan warga yang diduga terpapar paham radikalisme Negara Islam Indonesia (NII) di Sukamentri, Garut, Jawa Barat.
Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar menyebutkan penyidik tengah mengumpulkan informasi untuk mengetahui detail terkait kasus tersebut.
"Kamisudah monitor kejadian ini dan sedang mengumpulkan informasi yang lebih detail," kata Aswin kepada wartawan, Kamis (7/10/2021).
Baca juga: Densus 88 Segera Serahkan Munarman untuk Jalani Sidang Kasus Dugaan Terorisme
Baca juga: 35 Kg Bom Mother of Satan Ditemukan dan Diledakkan di Gunung Ciremai, Begini Proses serta Dampaknya
Aswin menuturkan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan tim Densus 88.
Nantinya, penyidik baru akan menyikapi langkah hukum setelah mengetahui detail kasus tersebut.
"Nanti akan ada tindak lanjut sesuai fakta yang ditemukan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang remaja berusia 15 tahun di Garut diduga telah terpapar paham radikalisme Negara Islam Indonesia (NII) , yakni di Kelurahan Sukamentri, Kecamatan Garut Kota.
"Ini berawal dari laporan warga dan orang tuanya, mulanya dari seorang remaja usia 15 tahun yang diduga telah menyimpang akidahnya dan percaya kepada NII," ujar Lurah Sukamentri, Suherman, saat dihubungi Tribunjabar.id, Rabu (6/10/2021).
Baca juga: Jadi Korban Begal Modus Anggota Polisi di BKT, Rafiqi Disandera, Disetrum dan Diminta Uang Tebusan
Kemudian, kata Suherman, warga dan keluarga terduga melapor ke kelurahan untuk melakukan musyawarah bersama para tokoh dan MUI.
Dari musyawarah yang digelar di Desa Sukamantri terduga kemudian berkomunikasi dengan sejumlah tokoh agama.
Dalam musyawarah tersebut terduga memaparkan pemahamannya bahwa pemerintahan Indonesia saat ini merupakan pemerintahan yang thogut.
"Dia bilang dari hasil kajian dirinya pemerintahan saat ini merupakan pemerintahan yang jahiliah atau thogut," ucapnya.
Baca juga: Bertubi-tubi Dihadiahi Bogem Mentah, 2 Maling Motor di Cikarang Terkapar, Menangis Mohon Ampun
Suherman menjelaskan ada 59 orang yang diajak untuk mengikuti paham radikal dengan mengucapkan syahadat baru.
Namun, menurutnya, puluhan orang tersebut merupakan korban dari pencatutan.
"Waktu kami cek satu per satu yang puluhan orang tersebut, mereka mengaku tidak tahu apa-apa. Istilahnya dicatut sama yang bersangkutan," ungkapnya.
Pihak Kelurahan saat ini belum mengetahui asal muasal remaja tersebut terpapar paham radikalisme.
"Kami bekerja sama dengan Polres Garut untuk menyelidiki dan TP2TP2A untuk memulihkan anak ini," kata Suherman.