"Selain itu, pihak yang berhak melayangkan gugatan harus merupakan kader dari partai yang bersangkutan," ujarnya.
Sementara, lanjut dia, empat orang yang mengajukan gugatan judicial review ke MA sudah tidak lagi berstatus kader Partai Demokrat.
Mereka sudah dipecat oleh Ketua Umum AHY karena ikut hadir dalam KLB di Deli Serdang.
"Bayangkan semua warga negara bakal bisa menguji AD/ART parpol mana pun. Stabilitas parpol akan terganggu," tegas Feri.
Potensi anarkisme hukum ini juga menjadi perhatian dosen hukum dari Universitas Islam Indonesia Jogyakarta, Dr Luthfi Yazi.
Baca juga: Buka-bukaan Soal Moeldoko Ingin Rebut Demokrat, Kubu AHY: Ia Temui SBY Minta Jabatan Tinggi
“Jika MA sampai mengabulkan JR terhadap ART Partai Demokrat maka ini akan membuka gerbang anarkisme hukum (legal anarchism)."
"Sebab setiap orang dapat mengajukan permohonan JR terhadap AD/ART Partai Politik atau organisasinya sehingga menafikan kepastian hukum," kata Dr. Luthfi Yazid yang juga Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Menurut dia, AD/ART adalah sifatnya kesepakatan internal Partai Politik, sedangkan yang dapat diajukan Judicial Review adalah regulasi yang dibuat otoritas resmi untuk kepentingan umum.
D. Luthfi menjelaskan setidaknya ada tiga aspek mengapa AD/ART bukanlah objek JR di MA yakni eksistensi norma, relasi, dan implikasinya.
"Yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra bukanlah terobosan hukum, melainkan logical fallacy."
"Apakah ini juga patut diduga sebagai intellectual manipulation?" kata Dr Luthfi Yazid.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Puji Hamdan Zoelva Bakal Profesional Jadi Pengacara Kubu AHY, Yusril: Jeruk Makan Jeruk
(Tribunnews.com/Maliana/Vincentius Jyestha Candraditya/Hasanudin Aco)
Berita lain terkait Gejolak di Partai Demokrat