Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual di Lembaga Negara menggelar pertemuan virtual dengan Komnas HAM pada Jumat (8/10/2021).
Pertemuan tersebut dinilai sebagai upaya lanjutan dari koalisasi terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang dialami MS.
Sebagai informasi, Koalisi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual Dalam Negara merupakan kelompok masyarakat sipil, baik organisasi atau individu, yang turut mengadvokasi kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pada MS.
Baca juga: Ketua KPI Jatim Akui Mengidolakan Lesti Kejora dan Rizky Billar
Pada audiensi yang digelar secara daring pada siang tadi dihadiri perwakilan koalisi yang terdiri dari LBH APIK, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), LBH Pers.
Tak hanya itu, perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Suara Kita, Warta Feminis, Konde.co, Kapal Perempuan serta Perempuan Mahardhika juga turut hadir dalam agenda tersebut.
Adapun audiensi ini sendiri diterima langsung oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.
Dalam pernyataannya Beka menegaskan komitmen Komnas HAM membantu dalam penanganan kasus kekerasan seksual tersebut.
Pihaknya juga kata Beka kini tengah berdiskusi dengan ahli psikologi.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pendalaman terkait kronologi yang ditulis oleh korban MS serta melakukan pengumpulan bukti-bukti terkait.
"Supaya solid secara kronologis dan fakta-fakta analisanya, (analisis fakta)," ujar Beka dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/10/2021).
Sebelum melalukan audiensi dengan Komnas HAM, koalisi masyarakat ini juga telah menyambangi gedung KPI Pusat pada Selasa (5/10/2021) juga untuk melalukan audiensi.
Langkah audiensi tersebut ditempuh sebagai upaya agar kasus diselesaikan secara terbuka, transparan.
Atas hal itu, pihak Koalisi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual di Lembaga Negara mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk membentuk tim investigasi independen.
Anggota Perwakilan Koalisi Masyarakat Hartoyo mengatakan, pembentukan tim investigasi ini dinilai penting guna memberikan perlindungan cara lain yang dialami MS.
“Tim investigasi itu tujuannya yang pertama agar korban mendapatkan keadilan bukan cuma hukum formal di kepolisian tapi juga di keadilan lain jika hukum kita tidak mengakomodir keadilan buat korban sehingga ada keadilan lain,” kata Hartoyo saat ditemui awak media di kantor KPI Pusat, Selasa (5/10/2021).
Hartoyo mengatakan, pembentukan tim investigasi independen itu perlu dilakukan karena pihaknya menilai sulitnya Undang-Undang di Indonesia dalam melakukan pembuktian pada kasus pelecehan seksual.
Lebih lanjut kata dia, upaya pembentukan tim investigasi independen ini juga untuk mempercepat adanya proses penyidikan yang dilakukan penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
“Karena tau ya UU kita kadang sulit sekali pembuktian korban-korban kekerasan seksual. Jadi ada keadilan lain buat korban dan membantu informasi sehingga proses penyidikannya lebih cepat sehingga bisa langsung tau bagaimana caranya. Tim investigasi ini penting,” tegas Hartoyo.
Kata dia, cara tersebut juga dapat membantu mengubah sikap para terduga pelaku pelecehan seksual yang menurut pihaknya kasus serupa juga berpotensi terjadi di setiap lingkup kerja di mana pun.
"Jadi kalau gerakan gender itu gerakan laki-laki baru atau jadi manusia baru supaya tidak menjadi pelaku terus,” jelasnya.
Adapun KPI dinilai perlu menggandeng setidaknya 4 lembaga eksternal yang dinilai untuk membuat tim investigasi independen dalam perkara ini.
Keseluruhan lembaga tersebut yakni Komnas HAM, Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Organisasi Masyarakat Sipil (NGO) yang berkaitan dengan perkara pelecehan seksual.
"Kenapa kami mengusulkan itu, karena kasus ini khas, kekerasan berbasis gender tadi yang diserang tubuh, ekspresi. Maka perlu melibatkan lembaga lembaga yang cukup paham tentang isu ham berkaitan dengan seksualitas," tukasnya.