Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Luqman Hakim menanggapi soal pro dan kontra dipilihnya Juri Ardiantoro sebagai Ketua Panitia Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu RI.
Juri merupakan Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) dan juga pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 lalu.
Menurut Luqman, Juri nemiliki sejarah panjang aktivitas di bidang kepemiluan.
"Sebelum menjadi anggota dan Ketua KPU RI, Juri Ardiantoro aktif bergelut pada berbagai kegiatan peningkatkan kualitas pemilu, diantaranya menjadi Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP)," kata Luqman dalan keterangan yang diterima, Rabu (13/10/2021).
Luqman menambahkan selama menjadi anggota dan Ketua KPU RI, Juri Ardiantoro bekerja dengan integritas yang tinggi.
"Dan tidak pernah tersandung masalah-masalah pelanggaran etik dan hukum," katanya.
Baca juga: Juri Ardiantoro Pastikan Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu Bekerja Transparan dan Independen
Soal polemik yang ada, Luqman mengatakan bahwa pembentukan tim seleksi KPU-Bawaslu RI oleh Presiden didasarkan pada Pasal 22 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Pada ayat (3) Pasal ini, disebutkan anggota tim seleksi terdiri dari ; 3 (tiga) orang unsur pemerintah, 4 (empat) orang unsur akademisi dan 4 (empat) orang unsur masyarakat," katanya
Maka itulah, Luqman menambahkan unsur pemerintah diwakili Juri Ardiantoro (Deputi IV KSP), Edward Omar Sharif Hiariej (Wakil Menteri Hukum dan HAM) dan Bahtiar (Dirjen Polkum Kemendagri).
"Sebagai unsur pemerintah di dalam tim seleksi, mereka bertiga memiliki latar belakang dan keilmuan yang kuat di bidang politik dan hukum, terutama menyangkut kepemiluan," katanya.
"Anggota tim seleksi KPU-Bawaslu RI yang dibentuk Presiden Jokowi ini terdiri dari tokoh-tokoh yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik, memiliki kredibilitas dan integritas, memahami masalah pemilu serta memiliki kemampuan melakukan rekrutmen dan seleksi," tandas Luqman
Sebelumnya, Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP), Juri Ardiantoro dipilih Presiden Joko Widodo menjadi ketua tim panitia seleksi calon anggota KPU-Bawaslu RI.
Juri Ardiantoro diketahui pernah menjadi Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 lalu.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menilai dari sisi kapasitas, masuknya Juri dalam tim pansel sebagai hal baik.
Sebab Juri punya pengalaman sebagai mantan penyelenggara Pemilu, mulai dari level KPUD DKI Jakarta hingga level Ketua KPU RI.
"Sebagai mantan penyelenggara Pemilu, bahkan sampai level Ketua KPU, tentu Juri punya kapasitas sebagai tim seleksi lembaga penyelenggara Pemilu," terang Fadli kepada Tribunnews.com, Selasa (12/10/2021).
Namun meski punya kapasitas tersebut, Fadli menyinggung soal aspek netralitas dan independensi.
Termasuk pula soal kemungkinan adanya konflik kepentingan dalam proses seleksi para calon anggota penyelenggara Pemilu periode 2022-2027.
Pemerintah semestinya menimbang ketiga hal tersebut agar proses pelaksanaan seleksi penyelenggara Pemilu tidak terganggu.
"Tapi tentu, dibalik itu semua, ada aspek netralitas, dan independensi yang perlu ditimbang. Termasuk juga potensi konflik kepentingan dalam sebuah proses penyelenggaraan pemilu, juga mesti dihindari," ungkap dia.
Diketahui, berdasarkan Keputusan Presiden yang diteken 8 Oktober 2021 lalu, pemerintah resmi membentuk tim panitia seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu RI masa jabatan 2022-2027.
Adapun 11 nama pansel ini antara lain:
1. Deputi IV Kantor Staf Presiden, Juri Ardiantoro (ketua)
2. Mantan Wakil Ketua KPK, Chandra M. Hamzah (wakil dan anggota)
3. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri, Bahtiar (sekretaris)
4. Wakil Menteri Hukum dan Keamanan, Edward Omar Sharif Hiariej (anggota)
5. Akademisi Unair, Airlangga Pribadi Kusman (anggota)
6. Akademisi UI, Hamdi Muluk (anggota)
7. Endang Sulastri (anggota)
8. Mantan Hakim MK, I Dewa Gede Palguna (anggota)
9. Anggota Kompolnas, Poengky Indarty (anggota)
10. Abdul Ghaffar Rozin (anggota)
11. Aktivis anti korupsi, Betti Alisjahbana (anggota)