TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng menolak wacana pembubaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Alasannya, Densus 88 lahir atas amanat Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme.
“Lahirnya UU ini bukan hasil khayalan sekelompok orang tetapi melalui kajian dan diskusi yang Panjang. Kemudian didasari fakta sejarah yang telah dialami bangsa ini. Itu berarti, bangsa ini memandang sangat serius persoalan terorisme dengan segala akar permasalahan yang begitu kompleks. Maka penanganannya harus multi-facetted, multi-track dan komprehensif,” kata Mekeng di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Ia menanggapi usulan pembubaran Densus 88 oleh sekelompok orang, termasuk anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon.
Dia meminta Densus 88 tidak hanya dilihat sebagai strike force atau lembaga yang menangkap orang.
Baca juga: Densus 88 Godok Kerja Sama Dengan Kemendagri Terkait Program Deradikalisasi Eks Narapidana Teroris
Namun Densus 88 sebagai kesatuan yang mempunyai informasi dan pemetaan paling lengkap terhadap jaringan kelompok teroris dengan sel-sel yang kuat.
“Densus 88 masih dibutuhkan. Karena penanganan terorisme termasuk dalam extra-ordinary crimes against humanity. Tidak bisa ditangani hanya dengan pendekatan dan cara-cara yang konvensional,” ujar Mekeng.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar (PG) ini, Densus 88 telah memberikan bukti yang tidak kecil dalam menangani terorisme.
Bahkan, Densus 88 telah mendapat pengakuan internasional karena tidak hanya melakukan pendekatan secara konvensional menghadapi terorisme, tetapi disertai pendekatan sosial, kultural dan humanis.
“Densus 88 telah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu dibandingkan kelompok kontraterorisme mana pun di dunia. Densus 88 sejak didirikan hingga saat ini, sudah berhasil menegakkan hukum terhadap para teroris di Indonesia. Bahkan, Densus 88 adalah salah satu detasemen antiteror terbaik di dunia,” jelas mantan Ketua Fraksi PG di DPR ini.
Anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTT 1 ini menyebut prestasi terakhir adalah penembakan pemimpin kelompok radikal-teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Ali Kalora. Ali telah lama buron dan melakukan aksi terror serta pembunuhan terhadap masyarakat sipil
“Keberhasilan Densus 88 patut diapresiasi karena menangkap seorang teroris tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi memerlukan strategi yang terstruktur, sistematis dan massif,” tegas Mekeng.
Mantan Ketua Komisi XI DPR ini menyebut dewasa sekarang, tidak ada negara yang kebal dan terhindar dari aksi terorisme.
Tindakan mereka sangat kejam dan sadis dengan menciptakan ketakutan luar biasa di tengah masyarakat berupa bom bunuh diri atau penembakan massal di tengah masyarakat.
“Terorisme atas alasan apapun tidak bisa dibenarkan karena merupakan salah satu bentuk paling telanjang dari kejahatan terhadap kemanusiaan. Mari bersama-sama, bahu-membahu memberantas terorisme karena merupakan usaha mulia untuk melindungi kemanusiaan dan peradaban. Kita perlu terus mendukung keberadaan dan keberlangsungan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),” tutup Mekeng.