TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk segera menindaklanjuti laporan mantan penyidik, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata, terkait dugaan pelanggaran kode etik Lili Pintauli Siregar.
"Atas laporan tersebut, ICW memandang Dewan Pengawas harus menggelar persidangan dan mengagendakan pemanggilan terhadap Lili," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Sabtu (23/10/2021).
Jika pertemuan antara Lili dengan kandidat Bupati di Kabupaten Labuhanbatu Utara itu benar, Kurnia mengatakan, maka jelas Komisioner KPK tersebut melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf d, Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (2) huruf b, Pasal 7 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020.
"ICW dan masyarakat tentu tidak berharap ketika nantinya perbuatan Lili terbukti melanggar kode etik, Dewan Pengawas hanya menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji," katanya.
Namun, Kurnia menilai, hukuman yang pantas dijatuhkan terhadap Lili adalah sanksi berat dengan jenis hukuman rekomendasi agar ia mengundurkan sebagai Komisioner KPK.
"Bagi ICW, KPK sudah keropos dan runtuh akibat perilaku dari komisionernya sendiri," kata dia.
Baca juga: Dewas KPK Tak Akan Tindaklanjuti Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli Siregar
Sebelumnya, Dewas KPK mengaku telah menerima laporan terkait dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua Lili Pintauli Siregar.
Akan tetapi, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyebut, aduan yang diberikan Novel Baswedan dan Rizka Anungnata masih sumir.
Hal tersebut membuat Dewan Pengawas KPK tidak akan menindaklanjuti laporan itu.
"Semua laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik yang masih sumir, tentu tidak akan ditindaklanjuti oleh Dewas," kata Haris saat dikonfirmasi, Jumat (22/10/2021).
Haris mengatakan, dalam laporan Novel dan Rizka, tidak dijelaskan perbuatan Lili Pintauli Siregar yang mengarah pada dugaan pelanggaran etik.
Setiap laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh insan KPK, lanjut Haris, harus menjelaskan fakta perbuatannya, kapan dilakukan, siapa saksinya, dan bukti-bukti awalnya.
"Jika diadukan bahwa LPS (Lili Pintauli Siregar) berkomunikasi dengan kontestan Pilkada 2020 di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), ya harus jelas apa isi komunikasi yang diduga melanggar etik tersebut," urai Haris.
Novel dan Rizka melaporkan Lili atas dugaan pelanggaran kode etik karena telah berkomunikasi dengan kontestan Kabupaten Labuhanbatu Utara, Darno.
“LPS sebagai terlapor selain terlibat dalam pengurusan perkara Tanjungbalai, juga terlibat dalam beberapa perkara lainnya, yaitu terkait dengan perkara Labuhanbatu Utara yang saat itu juga kami tangani selaku penyidiknya,” kata Novel dan Rizka dalam suratnya, Kamis (21/10/2021).
Darno diduga meminta Lili mempercepat penahanan Bupati Labura Khairuddin Syah, yang saat itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Khairuddin, dalam pernyataannya, pernah mengaku bahwa ia memiliki bukti-bukti pertemuan antara Lili dan Darno.
Dalam sidang etik Dewas KPK sebelumnya, pelapor telah diminta melengkapi bukti-bukti yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Lili dalam perkara Labura.
Saksi menyerahkan beberapa bukti pendukung kepada Sekretariat Dewas dan telah mendapatkan tanda terima pada 12 Agustus 2021.
Namun dalam Putusan Dewas Nomor 5/Dewas/Etik/07/2021 tertarihk 30 Agustus 2021, pelapor melihat tidak ada fakta pemeriksaan klarifikasi atau fakta persidangan etik perihal Lili dalam di perkara Labura.
Karenanya, pelapor menyampaikan pengaduan ini kepada Dewas Pengawas KPK.
“Selanjutnya kami mempercayakan kepada Dewas KPK untuk proses-proses selanjutnya demi kepentingan keberlangsungan dan keberlanjutan Komisi Pemberantasan Korupsi, integritas organisasi KPK, dan Gerakan Pemberantasan Korupsi,” kata Novel Baswedan.