TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana mengaku pernah menemukan media yang membawa atribut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jawa Timur.
Media tersebut, lanjutnya, diduga hanya dijadikan alat untuk 'menghajar' pejabat di Jawa Timur.
Hingga akhirnya, media yang menggunakan label 'KPK' itu bermasalah.
"Saya ingat betul itu, beberapa tahun lalu di Jawa Timur, ada media yang namanya KPK, dia itu kerjaannya itu menghajar kepala sekolah, kepala dinas, dana BOS, itu media tersebut ngejar ke kepala dinas, ada di Dewan Pers kasusnya," kata Yadi dalam diskusi Polemik bertajuk 'Hoaks, Kualitas Pers dan Hegemoni Media Sosial' pada Sabtu (23/10/2021).
"Nah dikira oleh kepala dinas itu KPK beneran mau nangkap, ternyata media 'KPK' itu. Sampai akhirnya dia loncat, kemudian dia meninggal. Itu betul-betul sangat riuh sekali dan ini menjadi problem," imbuhnya.
Baca juga: Kemkominfo Beberkan Strategi Ampuh Tangkal Hoaks di Platform Digital
Karena persoalan yang diceritakannya, Yadi meminta agar pemerintah ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan maraknya media abal-abal.
Dimana, perlu adanya pemanfaatan publisher right yang mengatur media.
"Pemerintah memang harus muncul ketika kami di Dewan Pers mengusung publisher right dan di approve oleh Pak Dirjen dan Pak Menkominfo itu adalah kemajuan yang sangat luar biasa, itu adalah angin segar yang harus kita manfaatkan," ujarnya.