Dia sangat menyayangkan adanya praktik komersialisasi test PCR tersebut.
Apalagi dengan menawarkan harga yang dirasa cukup menguras kantong.
"Parah ini kondisinya. Semuanya mau cari duit," kata dia.
Nyaris Gagal Terbang
Sementara itu Inneke Lady, penumpang pesawat transit dari Alor menuju Surabaya, nyaris gagal terbang di Bandara El Tari Kupang gara-gara hanya memiliki bebas Antigen.
Inneke warga Jakarta tersebut menceritakan, hari Minggu kemarin saat dia pulang tugas kantor dari Alor dan mesti transit ke El Tari sempat tertahan oleh petugas maskapai.
Sang petugas ngotot ia harus memiliki keterangan tes PCR, padahal untuk melakukannya di Kupang butuh waktu yang tidak cepat.
"Posisi saya transit dari Alor, sedangkan di Alor tidak ada layanan PCR hanya antigen. Masa sampai di Kupang harus tes PCR, padahal jeda waktu melanjutkan perjalanan hanya beberapa jam," ujar Inneke kepada Tribunnews.com, Senin (25/10/2021).
Menurutnya, kalau posisi hanya transit hanya lapor ke petugas check ini untuk mencetak boarding pass.
Sempat berdebat dengan petugas, dia akhirnya diperbolehkan masuk pesawat.
YLKI Duga Ada Mafia
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membeberkan dugaan mafia pengadaan tes PCR memainkan harga demi mengejar keuntungan atau cuan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, Harga Eceran Tertinggi (HET) PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah "PCR Ekspress".
"Harganya 3 kali lipat dibanding PCR normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," ujarnya melalui siaran pers, ditulis Minggu (24/10/2021).