TRIBUNNEWS.COM - Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mendapat kritikan dari berbagai pihak.
Hal tersebut karena pemerintah akhirnya memilih memakai dana Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) setelah melihat anggaran proyek ini membengkak dari rencana awal.
Adapun pendanaan proyek kereta cepat memakai APBN tertuang dalam Perpres Nomor 93 tahun 2021.
Padahal beberapa tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertekad tidak akan menggunakan kas negara untuk membiaya proyek ini.
Terkait hal itu, Staf Khusus BUMN, Arya Sinulingga angkat bicara.
Baca juga: Kementerian BUMN: Dukungan Pemda Akan Bermanfaat pada Produktivitas Pertanian di Sumsel
Arya mengaku pihak BUMN tak mampu membayar dana proyek yang cukup membengkak.
Sehingga, pemerintah mau tak mau harus memakai dana APBN agar proyek kereta cepat ini tidak terhenti.
"Kami BUMN menghitung, kita cek keuangan BUMN, kita enggak sanggup membiayai."
"Karena enggak sanggup, maka kami minta pemerintah, ini 80 persen kerjaan selesai, maka kita enggak boleh mangkrak. Harus selesai," jelas Arya, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Senin (1/11/2021).
"Ini kalau tidak dibantu APBN, maka ini bisa berhenti proyeknya setelah kita evaluasi kondisi BUMN kita. BUMN kita enggak bisa bayar," tambahnya.
Baca juga: PMN Cair, Rangkaian Kereta Cepat Masuki Tahap Produksi
Sementara untuk anggaran yang membengkak, Arya menyebut biaya proyek kereta cepat yang naik tidak hanya terjadi di Indonesia.
Menurut dia, kondisi pandemi Covid-19 menjadi satu di antara penyebab biaya proyek ini membengkak.
"Biaya MRT pun melonjak, itu punya Jepang. Ada cost overrun."
"Jepang masuk ke India, itu pun kena cost overrun, karena apa? karena kondisi Corona," kata Arya.
Kemudian, kata Arya, proyek kereta cepat itu sempat mengalami keterlambatan.
Baca juga: Keberatan Jonan Terhadap Proyek Kereta Cepat Terbukti, Anggaran Membengkak Mengemis ke APBN
Alhasil, anggaran kembali bertambah karena harus membayar biaya pembebasan alahan.
"Di sinilah kena biaya pembebasan lahan. Ini yang membuat biaya juga melonjak," lanjutnya.
Selain itu, dalam tahap perencanaan proyek kereta cepat ini ditemukan masalah geografis dan biologis.
Dimana, masalah tersebut kembali menambah biaya pengeluaran proyek itu.
"Jangan bilang hanya China bikin planning, Indonesia juga ikut dalam planning tersebut dalam menghitung perencanaan. Mau enggak mau ada kenaikan biaya," imbuhnya.
Dana Rp 4,3 T Disuntikkan ke Proyek Kereta Cepat
Pemerintah akan menyuntikkan dana Rp 4,3 triliun yang diambil dari APBN untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai Rp 4,3 triliun.
Dana tersebut akan disuntikkan dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) untuk pemenuhan base equity capital KCJB.
Tercatat, base equity capital yang mesti dibayar oleh konsorsium BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp 440 miliar, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk senilai Rp 240 miliar, PT Jasa Marga (Persero) Tbk senilai Rp 540 miliar dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) senilai Rp 3,1 triliun.
Semula PTPN VIII akan menyetorkan modal dalam bentuk tanah di daerah Walini Kabupaten Bandung Barat. Namun hal itu tidak disetujui oleh konsorsium.
“Sehingga PMN Rp 4,3 triliun ini yang diperlukan untuk base equity capital,” ujar Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (15/10/2021).
Baca juga: Ekonom Faisal Basri Minta Pemerintah Hentikan Proyek Kereta Cepat, Food Estate, dan Ibu Kota Baru
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, setoran modal awal Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai Rp 4,3 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan disuntik melalui Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2021.
“Anggaran modal awal kereta cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan sisa anggaran tahun ini,” kata Tiko, panggilan akrab Kartika, Jumat (15/10/2021).
Dana APBN tersebut akan mengalir dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia, yang kini menjadi pimpinan konsorsium BUMN di proyek Kereta Cepat, menggantikan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Baca juga: Fraksi PKS Kritik Pemerintah Gunakan APBN Bangun Proyek Kereta Cepat
Sebagai informasi China adalah negara yang berhasil bekerja sama dengan Indonesia dalam proyek kereta cepat ini dengan menawarkan nilai investasi yang lebih murah.
Yakni sebesar US$ 5,5 miliar dengan skema investasi 40% kepemilikan China dan 60% kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.
Lebih lanjut, Kartika mengatakan, China meminta Indonesia untuk segera menyetorkan modal awal proyek kereta cepat tersebut pada tahun ini. Sebab jika tidak maka proses kerjasama ini terancam batal.
Untuk itu, dia mengatakan, Kementerian BUMN sudah membicarakan anggaran kereta cepat ini bersama Komisi VI DPR RI dan pihak perbankan beberapa minggu lalu.
Kartika optimistis bahwa proses pengerjaan kereta cepat Jakarta-Bandung ini bisa berjalan pada tahun 2021.
“Jadi kami sudah bicara sama komisi VI DPR minggu lalu dan bankir, insyaAllah tahun ini bisa berjalan,” imbuhnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)(Kontan/Vendy Yhulia Susanto)