TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini banyak partai-partai politik baru terbentuk.
Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menjadi satu yang meramaikan keberadaan partai baru itu.
Ketua Umum PRIMA Agus Jabo menceritakan terbentuknya PRIMA tak lepas dari kekecewaan pihaknya terkait tak adanya perubahan proses politik dan ekonomi setelah era Orde Baru.
Baca juga: Lantik Pengurus DKI Jakarta, Ketua Umum Prima: Tulang Punggung Kita Adalah Anak Muda
Meski saat ini sistem diktator tak lagi digunakan, namun penguasaan ekonomi masih tetap terkonsentrasi ke dalam segelintir orang.
"Partai-partai politik juga cenderung berpihak kepada yang memiliki kekuatan kapital tersebut. Ini bisa dibuktikan dengan hasil UU yang mereka rumuskan itu cenderung untuk memberikan ruang yang luas kepada pemilik kapital," ujar Agus, ketika diwawancarai khusus oleh Tribunnetwork, Rabu (3/11/2021).
"Misalnya UU Minerba, UU Cipta Kerja. Jadi parpol sekarang cenderung membela kepentingan satu golongan yaitu orang kaya," tambahnya.
Baca juga: Buat Petisi Daring, Partai Prima Sebut Adanya Oligarki yang Meresahkan Hidup Rakyat
PRIMA juga memiliki alasan lain hadir di tengah masyarakat, yaitu dibatasinya partisipasi masyarakat dalam politik.
Hambatan itu terlihat jelas, kata Agus, kala syarat-syarat yang diajukan untuk membangun suatu partai politik sangatlah berat.
Belum lagi syarat menjadi parpol peserta pemilu, batasan parliamentary threshold hingga presidential threshold.
"Kita sebut sistem ekonominya sekarang sangat oligarkis. Itu yang menjadi dasar kami yang lahir dari rakyat biasa ini merasa memiliki tanggung jawab untuk mengubah sistem yang dibajak oleh oligarki ini untuk kembali kepada sistem yang berpihak pada rakyat. Ini yang menjadi latar belakang kami," ucapnya.
Agus menyebut PRIMA akan berusaha masuk parlemen dengan cara apapun.
Sebab dengan masuk parlemen akan sangat menentukan berhasil tidaknya membuat perubahan termasuk regulasi-regulasi.
"Seberat apapun sistem yang berlaku saat ini, kami harus bisa menerobos itu. Karena hanya itu caranya, kalau tidak ya politik ini akan buntu dan berbahaya bagi masa depan karena partisipasi politik masyarakat dibatasi. Rakyat yang tidak puas bisa melakukan tindakan di luar demokrasi," tandasnya.