Selanjutnya dengan integrasi proses bisnis antar-kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah agar tercipta mekanisme hubungan kerja yang jelas dan teratur. Penerapan SPBE terintegrasi juga dapat mendukung layanan penempatan dan pelindungan yang mudah, murah, dan cepat.
“Optimalisasi Layanan Terpadu Satu Atap yang dibentuk oleh pemerintah daerah, sebagai bagian dari integrasi sistem layanan yang terkoordinasi dan terpadu. Pemerintah pusat juga dapat memberikan dukungan dengan menempatkan sumber daya pada LTSA tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan sebagai ‘pahlawan devisa’ PMI dihadapkan dengan sejumlah permasalahan, seperti terjerat hutang oleh rentenir.
Hal tersebut membuat PMI berhutang dengan bunga yang berlipat ganda, sehingga setelah kembali ke tanah air, PMI tidak memiliki tabungan.
Permasalahan lain yang dihadapi adalah pemutusan pekerjaan secara sepihak, kekerasan fisik, kekerasan seksual, upah yang tidak dibayarkan, diperjualbelikan dari pemberi kerja satu ke yang lainnya, serta masih maraknya sindikat penempatan kerja ilegal.
Permasalahan tersebut diatasi dengan membentuk Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal PMI.
Pihaknya juga telah meluncurkan pembebasan biaya penempatan PMI melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Tanpa Agunan (KTA) melalui Bank Negara Indonesia (BNI). Melalui fasilitas tersebut, pinjaman akan diberikan diawal untuk modal bekerja dan proses sebelum keberangkatan.
“Kita telah menerbitkan skema KTA PMI, atas kerja sama BNI dengan JASINDO dimana untuk modal bekerja rakyat tidak perlu lagi menjual harta benda milik keluarga, tidak perlu meminjam kepada rentenir, tapi negara menyiapkan semua modal bekerja untuk PMI. Semua dedikasi dan pengabdian kita, diorientasikan kepada rakyat dan PMI,” jelasnya.