News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hari Pahlawan

Hari Pahlawan, Guru Besar Undip Ingatkan Efek Prilaku Bangsa yang Tentukan Masa Depan RI

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf saat menghadiri upacara peringatan Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (10/11/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di hari Pahlawan, Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro Singgih Tri Sulistiyono mengingatkan pentingnya prilaku bangsa yang tercipta hari ini, akan menentukan Indonesia kedepannya.

Ia berujar pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, menjadi sejarah perjuangan bangsa.

Hanya dalam sekitar 4 bulan setelah kelahirannya, bangsa Indonesia yang baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, harus menghadapi Inggris kampiun Perang Dunia II dan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia.

“Heroisme rakyat Surabaya dicatat dengan harum dalam perjalanan sejarah bangsa, bagaimana bangsa yang baru lahir mempertahankan kemerdekaannya,” Singgih Tri Sulistiyono dalam keterangannya, Rabu (10/11/2021).

Singgih yang juga Ketua DPP LDII tersebut, menyebut sikap heroik dari rakyat Surabaya merupakan wujud kecintaan terhadap tanah air.

Sekaligus ekspresi dari tekanan akibat politik imperialisme yang meminggirkan bangsa Indonesia selama ratusan tahun.

Perlawanan mereka mengakibatkan serangan Inggris yang luar biasa tersebut, berlangsung selama tiga minggu yang mengakibatkan kerusakan besar terhadap kota Surabaya.

Efeknya, luar biasa, mata dunia tertuju kepada negeri muda yang melawan dengan gigih kolonialisme.

Baca juga: Hari Pahlawan, Kaum Muda Bisa Teladani Sosok Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia Roehana Koeddoes

“Peristiwa itu dikenang karena keberanian, kegigihan, dan spontanitas rakyat Surabaya yang mengubah sejarah Indonesia. Heroiknya rakyat Surabaya yang kemudian hari disebut sebagai bondo nekat atau bonek,” kata Singgih.

Peristiwa yang telah terjadi puluhan tahun lalu itu, seharusnya menjadi semangat dalam menghadapi tantangan globalisasi.

“Kolonialisme dan imperialisme juga bersalin rupa, ini membutuh kecerdasan, kegigihan, dan adaptasi yang kuat. Sehingga bangsa ini tidak menjadi bangsa kelas tiga, hanya sebagai pasar dan bergantung terhadap bantuan negara lain,” ujarnya.

Menciptakan ketergantungan secara sosial, budaya, politik, dan ekonomi merupakan bentuk-bentuk hegemoni dan dominasi atau kolonialisme baru.

Hal ini, bisa diantisipasi dengan kemandirian bangsa, sehingga bisa berperan dalam geopolitik dan geoekonomi secara sejajar dengan negara-negara lain.

Indonesia, dengan kemampuannya, bukan hanya menjadi destinasi investasi yang menjanjikan namun juga mampu berinvestasi ke mancanegara.

“Bangsa Indonesia tidak anti investasi asing, namun jangan sampai investasi itu mengganggu kedaulatan bangsa atau mendikte pemerintah,” ungkapnya.

Untuk itu, semua pihak harus bekerja keras dengan nilai-nilai luhur bangsa agar bangsa Indonesia menjadi bangsa maju, dan mampu mewujudkan pembukaan UUD 1945.

“Apa yang dilakukan bangsa Indonesia hari ini, sangat menentukan perjalanan bangsa pada masa depan,” paparnya. 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini