Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maskur Husain, advokat sekaligus terdakwa dugaan korupsi penghentian kasus KPK mengakui uang hasil dagang perkara bersama mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju digunakan untuk bekal pencalonan Walikota Kabupaten Ternate tahun 2019.
Ini diungkapkan Maskur saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/11/2021). Maskur menjadi saksi silang untuk terdakwa Stepanur Robin Pattuju.
"Saya gunakan untuk kepentingan saya sendiri di Ternate saat itu.
Waktu itu saya ingin mencalonkan diri jadi calon walikota. Tapi tidak jadi," kata Maksur di persidangan.
Pernyataan Maskur ini bermula saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan peruntukan uang yang diterima dari hasil mengamankan perkara bersama eks penyidik KPK.
Utamanya uang yang diterima dari M Syahrial, eks Walikota Tanjungbalai sebesar Rp1,5 miliar.
Baca juga: Sering Nonton Konten Dewasa di Bigo Live, Seorang Duda Rudapaksa Remaja Lalu Beri Uang Rp 20.000
Namun Maksur mengaku uang tersebut dibagi dengan Robin.
"Saya tidak pernah hitung berapa total yang diterima," timpalnya.
Jaksa kemudian mendalami peruntukan uang hasil bermain perkara yang digunakan Maskur.
Baca juga: Wamenkumham Ingin Keadilan Restoratif Masuk dalam Revisi UU Kejaksaan
Jaksa mengkonfirmasi lewat berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 22 poin 1 yang berisi rincian penggunaan uang oleh Maskur. Antara lain, untuk kepentingan pencalonan Walikota Ternate Rp500 juta.
Pembelian perhiasaan emas Rp200 juta, pelunasan mobil toyota Rp150 juta, membayar DP mobil Vellfire, termasuk membagikan uang kepada para penyanyi maupun karyawan di cafe Oasis, Mangga Besar, Jakarta Barat.
"Benar itu?" tanya JPU.
"Benar," ucap Maskur.
"Habis semua itu?" timpal JPU.
"Habis," singkat Maskur.
Dalam perkara ini, AKP Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain didakwa menerima uang suap dari Muhamad Syahrial sejumlah Rp1,695 miliar, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp525 juta, dan Rita Widyasari sejumlah RpRp5.197.800.000. Sehingga total suap mencapai Rp11,5 miliar.
Suap ini dimaksudkan agar terdakwa menghentikan sejumlah perkara yang bergulir di KPK yang melibatkan para pihak pemberi suap.