News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Di Tengah Isu Reshuffle Kabinet, Pengamat Soroti Posisi Moeldoko

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko resmi melaporkan dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dan Miftah kepada Bareskrim Polri pada hari ini, Jumat (10/9/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah menghangatnya isu reshuffle kabinet seiring pergantian Panglima TNI, Presiden Jokowi diminta untuk turut melakukan evaluasi terhadap Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).

Moeldoko dinilai terlalu sering melakukan blunder yang merugikan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di tengah upaya menyiapkan warisan (legacy) kepemimpinan menjelang pergantian tahun 2024 nanti.

Pengamat politik dari Unpad, Firman Manan mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan judicial review terhadap AD ART Partai Demokrat, merupakan blunder Moeldoko yang kesekian kalinya.

"Penolakan MA ini merupakan tamparan tersendiri. Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang nota bene adalah sesama anggota kabinet. Objek gugatannya juga problematik. Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang. Andai dikabulkan, ini tentu mengancam kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi," kata Firman ketika dikonfirmasi, Selasa (16/11/2021).

"Di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai dan rasa keadilan masyarakat yang terluka, permohonan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat ini sesungguhnya pemborosan sumber daya hukum," lanjut Firman.

Baca juga: Respons AHY saat Tahu MA Tolak Judicial Review Kubu Moeldoko: Gugatannya Tidak Masuk Akal

"Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra). Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Presiden," ujarnya menambahkan.

Soal ini juga menjadi atensi Ubedilah Badrun, pengamat politik dari UNJ.

"Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama," kata Ubedilah menyitir pepatah.

"Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat. Di tengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan Presiden Jokowi dalam menyiapkan legacy pemerintahannya," ujarnya.

Ubedilah mengingatkan bahwa bukan hanya dalam kasus Demokrat, Moeldoko melakukan manuver yang merugikan reputasi Pemerintah.

Ubedilah, yang juga analis sosiologi-politik, sepakat dengan banyak politisi dan pengamat yang menyarankan agar Presiden Jokowi me-reshuffle Moeldoko jika tidak ingin citranya makin memburuk.

"Saya banyak tidak setuju dengan sejumlah kebijakan Jokowi, tapi saya tahu ia pasti ingin meninggalkan legacy yang baik sebagai Presiden dengan caranya sendiri. Dalam konteks ini, manuver-manuver Moeldoko saya cermati lebih menjadi beban (liabilities) ketimbang aset bagi Jokowi dan pemerintahannya," kata Ubedilah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini